Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ceramah Aman untuk Gerakkan Orang Lakukan Teror Beredar di Telegram

Kompas.com - 28/03/2018, 09:05 WIB
Nursita Sari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016 dengan terdakwa Aman Abdurrahman  menghadirkan banyak saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Banyak di antara saksi yang merupakan terpidana kasus terorisme, seperti peledakan bom Kampung Melayu, penyerangan markas Polda Sumatera Utara, pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda, dan peserta pelatihan militer di Filipina.

Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mereka selalu ditanya soal buku seri materi tauhid karangan Aman dan rekaman suara atau MP3 berisi ceramah Aman.

Hal itu untuk membuktikan dakwaan jaksa yang menyatakan Aman menggerakkan orang untuk melakukan berbagai aksi terorisme. Salah satu caranya adalah dengan memberikan ceramah atau kajian-kajian agama yang diambil dari buku seri materi tauhid.

Selain itu, ada pula MP3 berisi ceramah Aman yang rutin didengarkan dan buku seri materi tauhid yang dibaca para pengikutnya.

Dalam buku dan ceramahnya, Aman menyampaikan salah satu yang termasuk syirik akbar adalah menaati hukum buatan manusia.

"Kajian atau ajaran yang diberikan mengakibatkan para pengikutnya mempunyai pemahaman dan terprovokasi bahwa sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia termasuk syirik akbar karena menerapkan hukum buatan manusia dan bukan hukum Allah sehingga segenap aparaturnya patut diperangi," kata jaksa Anita Dewayani saat membacakan dakwaan pada 15 Februari 2018.

Ceramah beredar di Telegram

Ceramah Aman rupanya banyak beredar dalam aplikasi percakapan Telegram, baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman suara.

Dalam persidangan Selasa (27/3/2018), seorang penyerang Mapolda Sumatera Utara, Syawaluddin Pakpahan, mengaku pernah membaca tulisan Aman lewat Telegram.

Syawaluddin mengaku tidak mengenal dan tidak pernah bertemu Aman sebelumnya.

"Tahu nama dari halaman di Telegram," kata Syawaluddin saat bersaksi.

Ia mengaku pernah membaca tulisan Aman di Telegram soal jihad dan thogut setelah dia kembali dari Suriah untuk berjihad. Menurut dia, tulisan Aman tentang jihad sama dengan pemahamannya.

"(Pengertian jihad) sama dengan yang saya yakini, berperang," ucapnya.

Baca juga: Penyerang Mapolda Sumut Peluk dan Cium Pipi Terdakwa Bom Thamrin

Selain Syawaluddin, saksi Achmad Supriyanto juga pernah mengakses ceramah Aman di Telegram. Supriyanto merupakan terpidana yang menjalani hukuman karena pernah mengikuti pelatihan militer di Filipina.

Saat memberikan kesaksian, Supriyanto mengaku pernah mendengar MP3 berisi ceramah Aman melalui sebuah saluran di Telegram. Namun, dia tak mengingat saluran tersebut.

"(Dengar) di channel-channel Telegram," kata Supriyanto.

Selain mendengarkan ceramah Aman melalui channel Telegram, Supriyanto mengaku pernah membaca buku seri materi tauhid karangan Aman meski hanya sekilas. Buku itu berisi tentang pembahasan tauhid dan akidah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com