JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis penukaran uang di pinggir jalan selalu eksis ketika menjelang Idul Fitri.
Para calo penukaran uang kerap berkumpul di sekitar kawasan yang dianggap potensial untuk menjajakan uang yang mereka miliki, untuk meraup keuntungan.
Lalu, bagaimana para calo ini mendapatkan uang baru dari tempat penukaran uang resmi?.
Nainggolan, calo penukaran uang di kawasan Stasiun Kota Tua mengatakan, mereka menukarkan uang dengan memanfaatkan warga yang mengantre di tempat penukaran resmi yang dibuka sejumlah bank.
Baca juga: Layanan Penukaran Uang Kecil di Lapangan IRTI Monas Diserbu Warga
Warga itu diberikan imbalan oleh para calo untuk mengantre menukarkan uang. "Jadi, kita kasih uang ke mereka, nanti mereka yang antre. Tinggal kasih KTP saja. Nanti entah kita kasih lah uang rokoknya," ujar Nainggolan, Kamis (24/5/2018).
Satu orang diberikan uang sebesar Rp 3,7 juta, jumlah maksimal yang bisa ditukarkan oleh seorang individu ke tempat penukaran uang resmi. Uang yang ditukarkan untuk pecahan Rp 2.000 hingga Rp 20.000.
Setelah menukar uang, warga bisa kembali lagi untuk bertransaksi empat hari setelahnya. Bank yang menyediakan penukaran uang akan meminta masyarakat untuk memperlihatkan KTP yang nantinya akan dicatat di dalam database.
Baca juga: Di Rest Area Ini Ada Layanan Penukaran Uang Bagi Pemudik
Namun, untuk mengakali hal tersebut, para calo akan kembali merekrut warga yang belum pernah menukar uang ke tempat penukaran resmi.
"Dari pagi itu anggota kita banyak mengantre mau di Monas, di dekat Museum Bank Mandiri, ini juga banyak yang ngantre," ujar Nainggolan.
Nainggolan mengatakan, hampir seluruh petugas keamanan yang berjaga tempat penukaran uang mengetahui ciri-ciri orang yang menjadi calo. Namun, karena dianggap sudah biasa, maka petugas keamanan membiarkan penukaran uang tersebut.
"Ya tahu lah mereka, sampai ada yang bilang, 'waduh, tokehnya datang nih'. Tapi karena sudah biasa ya, dibiarkan saja," ujar Nainggolan.