Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Kuno Bergambar Soekarno Paling Diburu Para Kolektor

Kompas.com - 12/06/2018, 06:15 WIB
David Oliver Purba,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Penjual uang kuno di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Syamsir (79), mengatakan, uang jadul bergambar Presiden pertama RI Soekarno menjadi salah uang yang paling dicari para kolektor.

Dari cerita para kolektor, kata Syamsir, sosok Soekarno merupakan pemimpin yang begitu fenomenal dan bersejarah sehingga banyak kolektor yang ingin mengumpulkan uang dengan gambar Sang Proklamator tersebut. 

"Banyak yang cari, kan, Bung Karno ini sangat bersejarah, pemimpin hebat," ujar Syamsir saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (11/6/2018).

Baca juga: Sepenggal Kisah Penjaja Uang Kuno yang Hidupi Tujuh Anaknya

Langkanya uang kuno bergambar Soekarno membuat harga jualnya menjadi cukup tinggi. Syamsir memiliki lembaran uang Soekarno dengan nominal Rp 1, Rp 100, dan Rp 1.000.

Untuk uang dengan nominal Rp 1, dihargai sekitar Rp 100.000. Namun, nominal Rp 1.000 dihargai Rp 1,5 juta.

Kondisi fisik uang kuno memengaruhi harga jualnya. Jika terdapat cacat, bisa saja harga uang turun bahkan tidak laku dijual.

Hal itu yang membuat Syamsir berhati-hati membeli uang yang dijual oleh orang lain. Ini karena dia harus menjual lagi uang tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Syamsir (79), salah satu penjual uang kuno di kawasan Pasar Baru, Jakarta  Pusat telah menekuni profesi tersebut selama 28 tahun. Dari menjual uang kuno, Syamsir bisa menghidupi serta menyekolahkan 7 anaknya hingga lulus bangku SMA, Senin (11/6/2018). KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA Syamsir (79), salah satu penjual uang kuno di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat telah menekuni profesi tersebut selama 28 tahun. Dari menjual uang kuno, Syamsir bisa menghidupi serta menyekolahkan 7 anaknya hingga lulus bangku SMA, Senin (11/6/2018).

 

Meski terbilang banyak dicari, ada juga kolektor yang enggan membeli uang tersebut karena dirasa harganya terlalu mahal.

Baca juga: Uang Kuno Masih Diburu

Sejumlah mata uang dari negara Eropa juga diburu para kolektor maupun masyarakat biasa. Misalnya, mata uang Belanda, gulden, sebelum diganti menjadi euro.

Syamsir mengatakan, warga Belanda khususnya yang pernah tinggal di Indonesia sering membeli kepingan gulden yang dimiliki Syamsir. Mereka menilai uang tersebut memiliki nilai sejarah yang begitu besar.

Ada juga warga Belanda yang membeli kepingan gulden untuk ditunjukan kepada anaknya. Harga 1 keping gulden dijual Rp 20.000.

"Orang bule Belanda akan ambil kalau dia pernah tinggal di Indonesia, atau dia akan beli dan tunjukkan ke anaknya, terus bilang 'itu uang jajan Papa dulu'. Iya, saya dengar langsung dari orang Belanda-nya," ujar Syamsir. 

Baca juga: Wanita Ini Berburu Uang Kuno Selama 20 Tahun

Syamsir juga menjual mata uang kuno negara lain, seperti Rusia, Inggris, Yugoslavia, Rumania, dan Bosnia, yang diproduksi di bawah tahun 1990.

Syamsir juga sempat menyimpan satu lembar uang dari Irian Barat dengan nominal Rp 5 rupiah. Untuk uang tersebut, Syamsir menjualnya dengan harga Rp 300.000.

Kompas TV Harga uang kuno bisa 100 kali lipat dari nilai tertera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com