JAKARTA, KOMPAS.com - Tanggal 22 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi DKI Jakarta yang kini telah menginjak usia ke-491.
Tanggal tersebut diyakini menjadi waktu di mana Kerajaan Demak merebut kawasan Sunda Kelapa yang kala itu tengah diduduki Portugis.
Sejarawan JJ Rizal mengungkapkan, penetapan tanggal 22 Juni sebagai HUT Jakarta dilatarbelakangi alasan politis.
Ia menjelaskan, penetapan hari istimewa tersebut diprakarsai oleh Wali Kota Jakarta Sudiro yang memimpin pada 1953-1960.
Baca juga: Tema Ulang Tahun ke-491 DKI Jakarta, Adil, Maju, Bahagia
Saat itu, ibu kota Indonesia baru dikembalikan ke Jakarta usai bertempat di Yogyakarta. Sudiro merasa, Jakarta harus memiliki Hari Ulang Tahun yang bisa dirayakan setiap tahunnya. Ia pun membentuk sebuah tim untuk menetapkan HUT Jakarta.
"Sebagai pesanan politik maka di dalamnya itu orang yang ditugaskan itu juga melakukan tindakan politik misalnya dalam artian dia memilih tahunnya," kata Rizal dalam talkshow 'Menguak Sejarah Hari Lahir Jakarta' di Pasar Seni Ancol, Jumat (22/6/2018).
Rizal menuturkan, tahun 1527 dipilih sebagai penanda hari lahirnya Jakarta karena menjadi momen nasionalisme dalam melawan kolonialisme penjajah.
"Tahun 1527 itu menjadi cerminan dari semangat antikolonial karena saat itu kekuatan pribumi Islam bisa mengusir kekuatan Eropa Portugis," katanya.
Perdebatan muncul ketika tim yang dibentuk Sudiro menetapkan tanggal 22 Juni sebagai hari kelahiran Jakarta. Uniknya, hal itu dibantah oleh Husein Jayadiningrat, cendekiawan yang bukunya dikutip oleh tim perumus.
"Yang menarik tanggal sama bulannya itu enggak pernah ada. Jadi dibuat-buat dibikin-bikin. Husein bilang tanggal dan bulannya salah, tahunnya benar, dia setuju," kata Rizal menuturkan.
Baca juga: Sejumlah Harapan dan Keluh Kesah Warga pada HUT DKI ke-491
Seiring waktu berjalan, perdebatan itu pun berakhir dengan sendirinya. Sudiro menetapkan Hari Kelahiran Jakarta jatuh pada 22 Juni 1527.
"Yang jelas, tanggal dan bulan sudah didapatkan dan yang menang adalah keputusan politik. Yang menang adalah Pak Sudiro karena akhirnya Jakarta punya hari ulang tahun," katanya.
Meskipun begitu, kata Rizal, perdebatan tersebut tidak memiliki basis sejarah yang kuat. Ia menyebut, perdebatan itu lebih banyak story-nya ketimbang history-nya.
"Ya sudah kita terima saja jadi kita enggak usah meributkan benar atau salahnya tapi kita hargai itu sebagai keputusan politik," kata Rizal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.