JAKARTA, KOMPAS.com - Asap dari tungku kayu bakar memenuhi ruangan sempit berukuran 4x6 meter, milik Yoyot di kawasan Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara, Jumat (27/7/2018).
Di dalam ruangan itu, Yoyot dan tiga karyawannya tengah sibuk mengolah kedelai untuk dijadikan tempe.
Yoyot sedang mencetak tempe balok bersama salah seorang karyawannya. Dua karyawan Yoyot lain sedang merebus kedelai pada tungku kayu dan seorang lainnya sedang mencuci kedelai yang sudah digiling.
Itulah pemandangan di tempat produksi tempe milik Yoyot, Jumat siang. Meski kepulan asap memenuhi ruangan sempit berventilasi minim itu memerihkan mata, Yoyot dan karyawannya nampak sudah biasa.
Yoyot mengatakan, usaha itu sudah digeluti keluarganya secara turun-temurun. "Saya enggak tahu tepatnya dimulai kapan, yang pasti kakek saya sudah mulai berjualan tempe sejak (era) Soeharto," kata Yoyot, kepada Kompas.com.
Sehari-hari, Yoyot mengolah 2 sampai 3 karung masing-masing berisi 50 kilogram kedelai untuk menghasilan puluhan balok tempe.
Proses pembuatan tempe di tempatnya membutuhkan waktu empat hari sebelum dapat dijual ke pasaran. Membuat tempe menurut dia memakan waktu yang cukup lama.
Mulai dari kacang kedelai direbus hingga matang, kemudian merendam selama semalam, menggiling kacang kedelai agar terbelah menjadi dua bagian dan terpisah dari kulitnya, sampai bisa dicetak menjadi tempe.
Sebelum dicetak sesuai ukuran yang diinginkan, kacang kedelai yang telah digiling harus dicuci bersih terlebih dahulu untuk menghindari kondisi asam.
"Kalau asam enggak bakal bisa jadi tempe," kata Yoyot.
Kedelai yang dicetak juga harus ditaburi bersamaan dengan ragi untuk menjadi tempe.
"Prosesnya lama dan enggak mudah. Sehari kita bisa membuat tempe dari 2 sampai 3 karung kedelai lah. Kalau sudah jadi, kita jual ke pasar sekitar sini saja, seperti Pasar Serdang," kata Yoyot.
Yoyot mengatakan, limbah tempe dari tempat usahanya berasal dari kulit kedelai. Dia membantah limbah dari usahanya itu dibuang ke Kali Item, seperti yang sedang disorot media massa sebagai salah satu penyumbang pencemaran kali tersebut.
"Kalau saya mengendapkan limbah tempe terus dimasukin dalam karung. Saya taruh saja di luar karung-karungnya. Nanti ada orang-orang yang ambil katanya dibuat pakan sapi," tegas Yoyot.
Penyambung hidup