Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Proses Pembuatan Tempe di Kelurahan Sunter Jaya...

Kompas.com - 27/07/2018, 16:06 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asap dari tungku kayu bakar memenuhi ruangan sempit berukuran 4x6 meter, milik Yoyot di kawasan Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara, Jumat (27/7/2018). 

Di dalam ruangan itu, Yoyot dan tiga karyawannya tengah sibuk mengolah kedelai untuk dijadikan tempe.

Yoyot sedang mencetak tempe balok bersama salah seorang karyawannya. Dua karyawan Yoyot lain sedang merebus kedelai pada tungku kayu dan seorang lainnya sedang mencuci kedelai yang sudah digiling.

Itulah pemandangan di tempat produksi tempe milik Yoyot, Jumat siang. Meski kepulan asap memenuhi ruangan sempit berventilasi minim itu memerihkan mata, Yoyot dan karyawannya nampak sudah biasa.

Yoyot mengatakan, usaha itu sudah digeluti keluarganya secara turun-temurun. "Saya enggak tahu tepatnya dimulai kapan, yang pasti kakek saya sudah mulai berjualan tempe sejak (era) Soeharto," kata Yoyot, kepada Kompas.com.

Sehari-hari, Yoyot mengolah 2 sampai 3 karung masing-masing berisi 50 kilogram kedelai untuk menghasilan puluhan balok tempe.

Proses pembuatan tempe di tempatnya membutuhkan waktu empat hari sebelum dapat dijual ke pasaran. Membuat tempe menurut dia memakan waktu yang cukup lama. 

Mulai dari kacang kedelai direbus hingga matang, kemudian merendam selama semalam, menggiling kacang kedelai agar terbelah menjadi dua bagian dan terpisah dari kulitnya, sampai bisa dicetak menjadi tempe.

Sebelum dicetak sesuai ukuran yang diinginkan, kacang kedelai yang telah digiling harus dicuci bersih terlebih dahulu untuk menghindari kondisi asam. 

"Kalau asam enggak bakal bisa jadi tempe," kata Yoyot.

Produsen tempe yang sedang mencetak tempe di Kelurahan Sunter Jaya, Kemayoran, Jakarta Utara, Jumat (27/7/2018)KOMPAS.com/ RINDI NURIS VELAROSDELA Produsen tempe yang sedang mencetak tempe di Kelurahan Sunter Jaya, Kemayoran, Jakarta Utara, Jumat (27/7/2018)

Kedelai yang dicetak juga harus ditaburi bersamaan dengan ragi untuk menjadi tempe. 

"Prosesnya lama dan enggak mudah. Sehari kita bisa membuat tempe dari 2 sampai 3 karung kedelai lah. Kalau sudah jadi, kita jual ke pasar sekitar sini saja, seperti Pasar Serdang," kata Yoyot.

Yoyot mengatakan, limbah tempe dari tempat usahanya berasal dari kulit kedelai. Dia membantah limbah dari usahanya itu dibuang ke Kali Item, seperti yang sedang disorot media massa sebagai salah satu penyumbang pencemaran kali tersebut.

"Kalau saya mengendapkan limbah tempe terus dimasukin dalam karung. Saya taruh saja di luar karung-karungnya. Nanti ada orang-orang yang ambil katanya dibuat pakan sapi," tegas Yoyot. 

Penyambung hidup

Halaman:


Terkini Lainnya

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com