JAKARTA, KOMPAS.com - Murniati Sumila Dewi, penumpang maskapai penerbangan Batik Air ID 6880 rute Bandara Soekarno-Hatta-Bandara Kualanamu, merasa kecewa karena diturunkan dari pesawat, Jumat (10/8/2018).
Alasannya karena anak yang dibawanya, PA menderita sakit tumor mata yang dinilai akan menganggu kenyamanan para penumpang lain.
"Saya tahu anak saya sakit, anak saya bau, apa tidak bisa anak saya ini pulang ke Medan? Kami sudah ada di pesawat, tetapi kami harus diturunkan lagi," ujar Dewi saat berbincang dengan Kompas.com di rumah singgah di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat malam.
Baca juga: Batik Air Terima Pesawat Baru A320-200CEO dari Airbus
Dewi menceritakan, ia bersama sang anak dan Yuni, relawan dari tempat usaha "Pempek Funny" yang membiayai pengobatan PA, memesan penerbangan Batik Air dari Jakarta ke Sumatera Utara pada Jumat pukul 06.05.
Pada pukul 03.00 dini hari, ketiganya telah berangkat ke bandara. Tidak ada keanehan yang terjadi ketika ketiganya melakukan check in.
Setelah masuk ke dalam pesawat, salah satu pramugari menanyakan kondisi PA.
Baca juga: Lion dan Batik Air Tambah 20.330 Kursi Penerbangan Khusus Lebaran
Yuni membantu untuk menjelaskan kondisi PA.
Ada sekitar 4 pramugari yang berulang kali menanyakan kondisi PA.
Kemudian, salah seorang petugas Batik Air meminta ketiganya turun untuk menemui pihak karantina.
Hal itu dilakukan untuk memeriksa apakah PA layak terbang atau tidak.
Baca juga: Batik Air, Pesawat Komersial Pertama Mendarat di Bandara Kertajati
Dewi mengatakan, PA dinyatakan layak terbang setelah diperiksa dokter. Ia juga memegang surat rekomendasi dokter terkait kesehatan PA.
Namun, kata Dewi, pihak maskapai tetap tidak mengizinkan ketiganya terbang.
Kepada petugas, Dewi meminta surat bahwa PA ditolak terbang. Namun, petugas menolak. Adapun surat rekomendasi dari pihak karantina juga diambil pihak maskapai.
Baca juga: Penumpang Bercanda Bawa Bom, 2 Penerbangan Batik Air Terganggu
Manajemen Batik Air akhirnya memulangkan uang tiket dipotong biaya travel yang telah digunakan.
"Di situ saya enggak bisa ngomong apa-apa lagi. Kami kecewa, harusnya tinggal ngeng (berangkat). Kami pilih keberangkatan pagi karena supaya enggak terlalu bau. Waktu itu penumpangnya juga tidak terlalu banyak," ujar Dewi.