Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Hamil Dibui karena Gagal Penuhi Pesanan Batik Senilai Rp 2,5 Juta

Kompas.com - 20/08/2018, 15:41 WIB
Dean Pahrevi,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum FT (22), ibu hamil yang dibui karena tak bisa memenuhi pemesanan pembelian batik senilai Rp 2,5 juta dengan DW, menilai ada ketidakadilan dalam penanganan kasus itu. DW disebut sebagai istri seorang jenderal bintang satu.

"Sikap otoritarian dalam kasus ini terjadi dalam beberapa peristiwa yang dapat diduga merupakan pelanggaran terhadap prinsip fair trial (peradilan yang adil dan tidak memihak)," kata Uli, anggota tim kuasa hukum FT dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) APIK Jakarta kepada Kompas.com, Senin (20/8/2018).

Menurut Uli, ketidakadilan dan keberpihakan dalam proses penegakan hukum terlihat pada penjemputan FT dari rumahnya bukan dilakukan pihak kepolisian tetapi oleh orang yang mengaku ajudan pelapor (DW). Dalam proses selanjutnya, FT berkali-kali pindah polsek, tanpa diketahui mengapa hal tersebut terjadi.

FT mendapatkan surat penahanan pada tanggal 4 Mei 2018 dari Polsek Pondok Gede, Jakarta Timur. Sebelumnya FT dibawa ke Polsek Pinang Ranti dan Polsek Kebayoran.

Baca juga: Wanita Hamil Dipenjara atas Laporan Istri Jenderal karena Perkara Rp 2,5 Juta

Uli menambahkan, FT juga tidak mendapatkan bantuan hukum sejak proses penyidikan hingga tanggal 6 Juni 2018 saat LBH APIK Jakarta mengetahui kasus tersebut.

"Padahal kondisinya yang buta hukum, rentan dan tengah hamil membutuhkan bantuan hukum untuk memastikan hak-haknya terpenuhi," tambah Uli.

Dia menjelaskan, pihaknya menganggap penyidik tidak cermat dalam menganalisa kasus FT. Penggunaan hukum pidana dalam kasus FT dianggap demi memenuhi kepentingan suatu pihak.

"Penyidik tidak cermat dalam menganalisa peristiwa hukum. Pengenaan pasal-pasal pidana terhadap sesorang haruslah diperhatikan dengan cermat oleh penyidik, karena asas hukum pidana adalah ultimum remedium, bukan sebaliknya, menggunakan hukum pidana sebagai senjata untuk  menekan seseorang atau memenuhi kepentingan seseorang," kata Uli.

Tim kuasa hukum FT juga menilai penerapan hukum pidana pada kasus FT merupakan pelanggaran terhadap hak sipil dan politik seseorang.

FT yang merupakan orangtua tunggal (single parent) beranak satu dan sedang hamil tujuh bulan. Ia berjualan batik secara online di Facebook. DW yang disebut istri seorang jenderal bintang satu memesan 10 baju batik dari FT senilai Rp 2,5 juta.

Pada tenggat waktu pengiriman, FT ternyata tidak sanggup memenuhi pesanan DW.  DW lalu mengultimatum FT untuk mengembalikan uangnya sebesar Rp 2,5 juta yang sudah dibayarkan ke FT sebelumnya.

DW memberikan waktu satu jam kepada FT setelah pembatalan untuk mengembalikan uang tersebut. FT pun menyatakan sanggup untuk mengembalikan uang itu.

Namun DW malah melaporkan FT dengan tuduhan penggelapan dan penipuan ke polisi. Polisi langsung bertindak cepat menangkap dan menahan FT.

Kini FT masih ditahan di Polsek Pondok Gede. Sidang kasus FT pun akan digelar pada 29 Agustus 2018 di Pengadilan Negeri Bekasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com