Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace Pasang Billboard, Ingatkan Peserta Asian Games soal Kualitas Udara Jakarta

Kompas.com - 21/08/2018, 19:35 WIB
Nursita Sari,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace Indonesia memasang billboard di Jalan Jenderal Gatot Soebroto, tepatnya di halaman Taman Ria Senayan, sejak Senin (20/8/2018).

Billboard itu menunjukkan gambar orang memakai masker yang dilengkapi dengan tanda pagar #WeBreatheTheSameAir. Di atas gambar orang itu ada tulisan "152" dan "unhealthy".

Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, angka itu merupakan indeks kualitas udara yang berarti tidak sehat.

Angka dalam billboard tersebut diambil dari rata-rata 5 pemantauan alat kualitas udara milik beberapa institusi, yakni BMKG di Kemayoran, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, serta 3 alat lainnya milik Greenpeace Indonesia yang berlokasi di Rawamangun, Pejaten Barat, dan Mangga Dua Selatan.

Baca juga: Kabut Asap, Kualitas Udara Kota Pontianak Masuk Level Berbahaya

Bondan menuturkan, salah satu tujuan pemasangan billboard itu adalah untuk mengingatkan peserta maupun ofisial Asian Games dari berbagai negara bahwa kualitas udara Jakarta yang dihirup bersama-sama saat ini tidak sehat. Udara di Jakarta, kata Bondan, terpapar polutan berbahaya, yakni PM 2.5.

"Pesan utamanya adalah we breathe the same air. Ternyata dalam udara yang kita hirup bareng-bareng ini mengandung polutan yang berbahaya di dalamnya, yaitu PM 2.5, partikel kecil yang berukuran 0,5 mikron," ujar Bondan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/8/2018).

Menurut Bondan, lokasi pemasangan billboard itu dekat dengan akses yang biasa dilalui para peserta Asian Games. Dengan demikian, pesan dalam billboard itu diharapkan sampai kepada para peserta Asian Games.

"Kami pasang di situ juga lokasinya kan tepat dengan keluar masuknya para tamu-tamu yang datang untuk acara Asian Games ini. Makanya pesannya we breathe the same air karena kita hirup bersama," kata dia.

Baca juga: Dinas Lingkungan Hidup Klaim Kualitas Udara di GBK Berkategori Baik

Kualitas udara yang buruk, lanjut Bondan, bisa membahayakan kesehatan warga dan meningkatkan risiko kematian dini.

Partikel polutan PM 2.5 dapat terhirup dan mengendap di organ pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, PM 2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, terutama bagi anak-anak, hingga kanker paru-paru.

Selain itu, PM 2.5 dapat meningkatkan kadar racun dalam pembuluh darah yang dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya, serta dapat membahayakan ibu hamil karena berpotensi menyerang janin.

"Ini adalah ancaman kesehatan nyata bagi semua orang, mulai dari balita, anak-anak, atlet dunia yang saat ini berkunjung ke Jakarta, hingga jutaan pekerja yang setiap harinya hilir mudik di Jakarta," ucap Bondan.

Bondan memaparkan, berdasarkan data yang diolah dari dua stasiun pantau PM 2.5 di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan dalam satu bulan terakhir, kualitas udara di Jakarta memiliki lebih dari 22 hari yang masuk ke dalam kategori tidak sehat.

Menurut versi aplikasi pemantauan udara AirVisual, Jakarta menduduki nomor satu predikat kualitas udara buruk di antara kota-kota besar di dunia pada 11 Agustus 2018.

Angka rata-rata harian di stasiun pantau PM 2.5 di Kemayoran milik BMKG menunjukkan angka 87,3 µg/m³, sementara data stasiun pemantauan ISPU pada tanggal yang sama di Jagakarsa, Kelapa Gading, dan Kebon Jeruk milik Pemprov DKI Jakarta pada saat itu juga menunjukkan kategori tidak sehat.

Sebelum memasang billboard tersebut, Bondan menyebut Greenpeace Indonesia sudah sejak awal 2017 lalu mengampanyekan buruknya kualitas udara di Jakarta.

Greenpeace Indonesia berharap pemerintah mempunyai kajian reguler untuk memantau PM 2.5. Dari kajian itu, pemerintah diharapkan bisa menelurkan kebijakan yang tepat untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta.

"Riset ini enggak pernah ada yang dikaji secara reguler untuk diambil tindakan kebijakannya seperti apa, tindakan nyatanya. Kebijakan untuk upaya penurunan kualitas udara yang buruk itu tidak pernah berdasarkan kajian ilmiah yang bersifat reguler dan mendasar," tutur Bondan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Megapolitan
Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Megapolitan
Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Megapolitan
Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Megapolitan
Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Megapolitan
Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Megapolitan
Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Megapolitan
Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Megapolitan
KPU Gelar Sayembara Maskot dan 'Jingle' Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

KPU Gelar Sayembara Maskot dan "Jingle" Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

Megapolitan
Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Megapolitan
Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Megapolitan
Diduga Alami 'Microsleep', Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Diduga Alami "Microsleep", Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Megapolitan
Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Megapolitan
Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Megapolitan
H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com