Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes Kebijakan BPJS Kesehatan, Sejumlah Warga Depok Pawai ke Istana

Kompas.com - 12/09/2018, 11:44 WIB
Cynthia Lova,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Sejumlah warga Kota Depok, Jawa Barat, yang tergabung dalam Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok, Rabu (12/9/2018), mengadakan long march atau pawai dari Depok ke Istana Negara di Jakarta Pusat.

Sebelum berangkat pada pukul 08.00 WIB, mereka berkumpul di lampu merah Juanda, Margonda atau Taman Kita Depok. Mereka membawa spanduk bertulis antara lain "Ganti direksi kesehatan”, dan “Kembalikan jaminan kesehatan masyarakat”.

DKR menuntut agar Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membatalkan semua peraturan yang merugikan masyarakat dan pasien.

Roy Pangharapan, perwakilan DKR, menyatakan pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan bukannya membaik tetapi justru semakin menyulitkan masyarakat dan pasien.

Baca juga: RSUD di Jakarta Krisis Obat, Pemprov DKI Surati BPJS Kesehatan

Dokter, perawat dan rumah sakit pun sekarang mengeluh, kata dia, karena dirugikan BPJS Kesehatan yang tidak bayar utang ke pihak rumah sakit.

Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Kini operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18. Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan.

Sementara pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, kini dijamin hanya dua kali dalam seminggu.

Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu. Namun, aturan itu berlaku bagi anak keempat peserta yang merupakan pekerja penerima upah atau peserta mandiri. Anak pertama hingga ketiga dari peserta yang merupakan pekerja penerima upah masih masuk dalam jaminan ibunya

Roy mengatakan, Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1/2018 tentang Kegawatdarutan juga mengakibatkan pasien gawat darurat tidak lagi mendapatkan pelayanan di UGD rumah-rumah sakit.

“Padahal pasien UGD adalah pasien yang urusannya hidup atau mati. Tapi karena BPJS sudah tidak menanggung biaya pelayanan UGD. Maka pasien miskin walau punya kartu BPJS, tidak bisa lagi menggunakan UGD. Korban kematian karena kegawat daruratan meningkat setelah peraturan itu diberlakukan,” ucap Roy.

Menurut dia, sebelum ada Peraturan BPJS Kesehatan, semua rumah sakit punya kewajiban untuk segera menolong pasien gawat darurat, karena biaya nantinya akan ditagihkan ke BPJS Kesehatan.

“Dengan adanya peraturan itu, maka dokter dan petugas rumah sakit tidak berani menolong, karena tidak ada yang membayar biaya pelayanan pasien miskin,” ujar Roy.

Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No 2,3 dan 5 Tahun 2018 semakin memberatkan dan merugikan pasien, dokter, perawat, bidan dan rumah sakit.

“Walaupun sudah membayar BPJS, tetapi BPJS tidak lagi menanggung biaya persalinan normal di rumah sakit,” ucap Roy.

Baca juga: Tunggakan Rp 3,5 Triliun, BPJS Kesehatan Nantikan Dana dari Pemerintah

Karena itu, DKR akan menghadap Presiden Jokowi untuk mengadukan kacaunya pelayanan kesehatan yang ditanggung BPJS.

"Kami akan menuntut pencabutan semua Peraturan BPJS yang merugikan rakyat dan mengganti segera Direksi BPJS Kesehatan. Kami juga meminta jaminan kesehatan gratis berkualitas untuk seluruh rakyat di kelas 3 di rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com