JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mempertanyakan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membangun Waduk Pondok Ranggon 3, Jakarta Timur, di belakang rumah warga.
Menurut Taufik, waduk itu berpotensi dijadikan tempat pembuangan sampah, air kotor, hingga tinja.
"Waduk itu ada di belakang rumah orang. Kalau bangun dalam posisi begitu, maka waduk itu enggak ada artinya juga, pasti penduduk akan buang sampah dari belakang rumahnya ke waduk, buang air kotor, tinja," ujar Taufik, dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) 2018, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).
Baca juga: Waduk Pondok Ranggon Jadi Tempat Pembuangan Sampah
Menurut Taufik, rumah-rumah warga yang menghalangi waduk itu seharusnya dibebaskan.
Dengan demikian, kawasan waduk langsung berada di pinggir jalan dan sekaligus bisa jadi tempat rekreasi warga.
"Saya minta trasenya dilebarin di situ sampai ke pinggir jalan, dibebasin saja, orang rumah itu ada di bawah kok," kata Taufik.
Baca juga: Taufik: Waduk Sunter Saja yang Mendingan, yang Lainnya Sulit Dinikmati
Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Rodia Renaningrum mengakui jalan menuju Waduk Pondok Ranggon 3 cukup sempit, yakni kurang dari 3 meter.
Namun, dia menyebut memang masih ada lahan di beberapa titik di kawasan waduk yang belum dibebaskan.
"Waduk Pondok Ranggon yang tadi dibilang Pak Taufik belum selesai, itu ternyata masih ada sisa (lahan) yang belum dibayar. Jangan-jangan yang dibilang Pak Taufik rumah warga itu, termasuk di dalamnya," ucap Rodia saat jeda rapat.
Baca juga: Harapan Warga soal Kelanjutan Waduk Rorotan
Dinas Sumber Daya Air, lanjut Rodia, menganggarkan Rp 26 miliar untuk pembebasan lahan di kawasan Pondok Ranggon 3.
Rodia menyampaikan, pembangunan Waduk Pondok Ranggon untuk pengendalian banjir akan diintegrasikan dengan tempat rekreasi dan olahraga.
"Nanti kami bikin yang terintegrasi. Ada jogging track-nya, ada untuk wisata masyarakat, ada pengolahan air limbah, kemudian air bakunya," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.