JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat merespons negatif terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon wakil rakyat.
Contoh mantan napi korupsi yang maju kembali menjadi calon wakil rakyat adalah politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik. Ia juga disebut sebagai calon kuat menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.
Stefany (23), seorang karyawan swasta di daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat, mengaku kecewa dengan keputusan MA itu.
Ia menilai, masih banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang lebih berhak dan mempunyai rekam jejak lebih baik untuk maju sebagai calon wakil rakyat.
Baca juga: MA Putuskan Mantan Koruptor Boleh Nyaleg, Taufik Ucap Alhamdulillah
Sedangkan calon wakil rakyat berstatus mantan napi korupsi baginya sosok yang telah berkhianat pada rakyat dan negara.
"Gue enggak setuju karena dia pernah berkhianat pada rakyat. Artinya, dia enggak bisa bertanggung jawab dengan benar," ujar Stefany, kepada Kompas.com, Jumat (21/9/2018).
Stefany juga berpendapat, memperbolehlan mantan napi korupsi menjadi calon wakil rakyat lagi menunjukkan sebuah kemunduran dalam dunia politik.
"Mundur banget sampai diperbolehkan gitu. Sama saja melakukan kesalahan dua kali kalau gitu. Semoga saja enggak ada kerja sama dengan penguasa ya," ungkap Stefany.
"Walaupun kita punya hak untuk tidak memilihnya, tapi negara harusnya juga punya hak untuk menolak mereka jadi calon wakil rakyat lagi. Kita enggak kekurangan warga yang baik dan bersih kok untuk jadi wakil rakyat," sambung dia.
Ditemui dalam kesempatan berbeda, Febriani (24), juga berpendapat, mantan napi korupsi tidak mempunyai hak untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat lagi.
Ia menilai, keputusan MA itu telah mencoreng dunia politik di Indonesia.
"Kayak enggak ada warga lain yang lebih bersih. Yang enggak korupsi saja masih susah benerin daerahnya dan enggak menyerap aspirasi rakyat, apalagi yang korupsi. Enak banget ya sudah korupsi, tapi masih bisa balik lagi," ujar Febri.
"Apa fungsinya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) buat ngelamar pekerjaan kalau yang jelas-jelas korupsi masih bisa diterima lagi," sambung dia.
Fransiscus (27), warga lainnya menilai, keputusan MA itu telah membunuh kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyatnya.
Ia berpendapat, mantan napi korupsi seharusnya diberikan sanksi sosial untuk memberikan efek jera.