MAKASSAR, KOMPAS.com - Setelah bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, para pendatang berlomba-lomba meninggalkan kota tersebut untuk pulang ke wilayah asalnya masing-masing.
Mereka khawatir akan gempa susulan yang akan menimpa mereka dan mencari tempat yang aman.
Posko bantuan Palu di Lapangan Udara (Lanud) Sultan Hasanuddin tampak ramai dengan korban gempa-tsunami Palu yang ingin pulang ke daerah asal masing-masing.
Para korban tidur berjejer di lantai depan kantor Angkatan Udara dengan beralaskan tikar, menunggu kedatangan pesawat Hercules agar bisa menumpang kembali ke tempat asal.
Baca juga: Bantu Korban Gempa di Sulteng, Wali Kota Batam Galang Dana di Jalan
Ada yang masih berusia anak-anak, dewasa, hingga orangtua. Siti Aisyah (43), ibu dua anak ini mengaku sudah tidak sabar untuk pulang ke rumahnya di Jember.
“Saya sudah enggak sabar pulang, anak-anak saya sudah teleponin saya, nangis-nangis minta saya cepat pulang,” ucap Siti Aisyah, di Lapangan Udara Sultan Hasanuddin, Makassar, Rabu (3/10/2018).
Dia merasa kondisi di Palu sudah tidak kondusif lagi sehingga memilih untuk pulang ke Jember.
“Sampai di sini malam kemarin pukul 09.00 Wita, lalu saat ini kami menunggu datangnya pesawat Hercules jemput kami,” ucap Siti.
Di Lanud Sultan Hasanuddin, Siti bersyukur bisa mendapatkan fasilitas air bersih untuk berbagai keperluan. Sebab, setelah gempa dan tsunami, dirinya kesulitan memperoleh air bersih.
Baca juga: Jenazah Mahasiswi Korban Gempa Palu Disambut Isak Tangis Keluarga di Mamasa
“Selama gempa-tsunami itu sudah empat hari saya enggak mandi karena air kan susah ya di sana, bisanya cuma cuci muka saja saya, namun akhirnya mandi juga saya di sini (Lanud),” ucap Siti.
Zaenudin (23), korban bencana ini bersyukur karena telah sampai di Posko Lapangan Udara Sultan Hasanuddin. Pria asal Malang itu bisa memperoleh makanan di posko.
“Akhirnya saya tidak kelaparan, pas saya di Palu saya nahan lapar, kalau makan ya beli pop mie sendiri, mau beli minum harganya sudah Rp 10.000, tidak seperti biasanya,” ucap Zaenudin.
Rina (30), korban lain yang berasal dari Jakarta, masih trauma dengan bencana gempa dan tsunami ini.
Rina menyaksikan bagaimana tsunami menerjang dan memakan korban.
“Saya saat itu lagi di rumah sakit antar kakak saya yang sedang hamil ke Rumah Sakit Palu, lalu tiba-tiba saja air meluap sangat besar dan saya melihat motor-motor terlempar terbawa arus,” ucap Rina.