JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban pesawat yang jatuh mesti mengetahui hak yang harus diperoleh atas kejadian yang merenggut nyawa anggota keluarga mereka. Salah satunya adalah dengan tidak melepaskan hak untuk mengajukan tuntutan.
Marini Sulaeman dari kantor pengacara Legisperitus mengatakan, dari sejumlah kasus kecelakaan pesawat yang pernah ditangani, hampir sebagian besar keluarga korban tidak mengetahui hak yang mereka miliki. Salah satunya terkait santunan.
Biasanya, keluarga korban sebelum mendapatkan dana santunan diminta untuk menandatangi sebuah perjanjian yang berisi tidak akan menuntut pihak manapun berkaitan dengan insiden tersebut. Padahal, santunan merupakan hak yang wajib diterima keluarga korban terlepas apakah ada kesalahan atau tidak pada kecelakaan tersebut.
Baca juga: INFOGRAFIK: Fakta Black Box, Benda Paling Dicari Saat Pesawat Jatuh
Informasi tersebut diharapkan juga bisa diketahui keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Okotber lalu. Pesawat itu, yang terbang dari Bandara Soekarnor-Hatta menuju Pangkalpinang di Bangka-Belitung, membawa 181 penumpang dan 8 kru.
"Supaya mereka ngerti kalau santunan Rp 1,3 miliar itu harus mereka dapatkan tanpa harus melepaskan hak mereka untuk menggugat. Jadi yang sudah-sudah kan mereka disuruh tanda tangan perjanjian yang untuk melepaskan haknya menggugat pihak-pihak yang terlibat dalam kecelakaan," kata Marini di kantor Legisperitus, Mega Plaza, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018) kemarin.
Selain itu, jika terbukti kecelakaan pesawat berasal dari pabrikan, keluarga korban bisa menuntut produsen pesawat.
Marini mencontohkan pesawat Lion Air JT 610 yang menggunakan pesawat Boeing 737 Max 8. Jika terbukti ada kesalahan teknis sejak pesawat tersebut diproduksi, keluarga korban bisa mengajukan upaya hukum terhadap Boeing.
Dari data yang dimiliki Legisperitus, dalam 15 tahun terakhir di Indonesia ada sejumlah keluarga penumpang kecelakaan pesawat yang telah mengajukan upaya hukum terhadap Boeing dengan hasil yang positif.
Marini mengatakan, upaya hukum yang dilakukan biasanya tidak sampai ke meja persidangan karena pihak Boeing kerap melakukan pendekatan secara kekeluargaan dengan memberikan dana kompensasi kepada keluarga korban yang jumlahnya tidak disebutkan.
"Biasanya hasil dari penyelesaian mereka enggak ada yang lanjut ke pengadilan. Semuanya diselesaikan sebelum pengadilan dengan hasil yang konfidensial. Kita enggak akan pernah tahu apakah mereka terima atau tidak, tapi biasanya mereka terima tapi jumlahnya tidak pernah disampaikan," ujar Marini.
Baca juga: Ini Yang Perlu Dilakukan di Menit-menit Akhir Pesawat Jatuh
Pengacara Legisperitus yang lain, Alamo mengatakan, pihaknya telah beberapa kali menangani kasus serupa di mana keluarga korban mencoba untuk melakukan upaya hukum terhadap Boeing. Hampir seluruh kasus selesai secara kekeluargaan.
"Kami ingin mengedukasi khususnya keluarga korban bahwa santunan Rp 1,3 miliar dan klaim pembuat pesawat supaya keluarga korban mendapat kompensasi atau ganti rugi jauh lebih besar. Untuk mempermudah hidup keluarga korban yang ditinggalkan," ujar Alamo.
Jim Morris, dari kantor pengacara Ashfords yang berbasis di Inggris mengatakan, upaya hukum terhadap perusahaan pembuat pesawat sangat mungkin dilakukan ketika diketahui bahwa jatuhnya pesawat disebabkan kesalahan teknis dari pabrikan.
"Yang bisa didapatkan adalah kompensasi finansial di mana di Amerika Serikat bisa mencapai jutaan dollar per keluarga," ujar Jim.
Upaya hukum juga bisa dilakukan terhadap pihak maskapai jika terbukti melakukan kelalaian atas jatuhnya pesawat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.