DEPOK, KOMPAS.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah kebijakannya menerbitkan kartu nikah hanya untuk menghabiskan anggaran.
Selain itu, ia juga membantah kebijakan ini bersifat politis.
"Ini upaya mengintegrasikan data, enggak ada urusannya dengan menghabiskan anggaran akhir tahun. Enggak ada hubungannya dengan proyek yang mengada-ada apalagi dikaitkan pilpres. Tidak sama sekali tidak ada urusannya dengan itu," kata Lukman, di Hotel Savero Depok, Jawa Barat, Jumat (23/11/2018).
Baca juga: Anggaran Kartu Nikah Diambil dari PNBP
Program kartu nikah, lanjut dia, sebagai upayanya menanggulangi maraknya pemalsuan buku nikah.
Kartu nikah memiliki barcode yang terhubung aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) berbasis online.
Dengan demikian, pemerintah bisa memantau status pernikahan masyarakat yang terintegrasi sistem kependudukan dan pencatatan sipil.
Baca juga: Biaya Kartu Nikah Hanya Rp 680
"Kartu nikah ini bagian upaya kami membenahi sistem pendataan dan memudahkan mengidentifikasi status nikah WNI, karena sekarang ini kami terus menemui adanya pemalsuan buku nikah," ujar Lukman.
Ia menegaskan program kartu nikah juga sudah disepakati Komisi VIII DPR RI.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai program kartu nikah yang digagas Kementerian Agama sebagai pemborosan anggaran dan tak efektif.
Baca juga: Depok Juga Jadi Tempat Percobaan Peluncuran Kartu Nikah
Alasannya, kartu tersebut bukan untuk menggantikan buku nikah yang sudah ada, melainkan sebagai dokumen tambahan.
"Sepertinya ini ada kontraktor baru yang masukin proposal baru dan pengadaan baru. Dan itu pemborosan uang negara," ujar Fahri di kompleks parlemen, Kamis (15/11/2018).
Kartu nikah berfungsi membantu masyarakat yang hendak mengurus administrasi yang membutuhkan status pernikahan. Dengan bentuknya yang lebih sederhana, kartu nikah lebih mudah dibawa.