JAKARTA, KOMPAS.com - Siang itu, matahari bersinar terik. Panasnya terasa menyengat kulit.
Dari ujung Jalan Cipinang Jaya II B, Cipinang Besar Selatan, terlihat seorang pria tengah memecahkan batu menggunakan palu.
Ia hanya mengenakan kaus lengan pendek berwarna biru serta topi caping agar terlindung dari teriknya matahari.
Saat didekati, ia ternyata sedang memecah batu bata berwarna abu-abu dan batu bata merah untuk diubah menjadi pasir. Namanya, Sarono.
Baca juga: Surono, Menjual Pecahan Batu Hanya Rp 10.000 Per 50 Kg
Pria itu sehari-hari mencari nafkah sebagai pemecah batu. Namun, ia bukan pemecah batu biasa. Sebab, sejak 18 tahun lalu, Sarono kehilangan penglihatannya.
Kendati demikian, indra yang berkurang ini tak menyurutkan semangatnya untuk mencari rezeki halal.
"1999 sudah rabun parah. 2001 itu sudah enggak melihat total. Kadang saya kecebur got, tabrak tiang listrik, tetapi ambil hikmah semua nikmat Allah," ucap Sarono.
16 tahun memecah batu
Pria 61 tahun ini sejak tahun 2003 menjadi pemecah batu. Ia memutuskan untuk menjalani pekerjaan tersebut lantaran pekerjaan sebelumnya, baik sebagai pedagang telur asin dan pedagang pisang goreng, tak mendapatkan hasil.
"Dari 2003 saya merenung sambil melamun saya sempat dagang telur asin, pisang goreng, tetapi setelah itu menganggur 3 bulan," kata dia.
Sempat terbesit di pikirannya untuk menjadi pengemis ketika itu. Namun, ia sadar bahwa tubuhnya masih bisa bekerja meskipun satu indranya tak berfungsi lagi.
"Sempat tergoda setan buat ngemis tetapu alhamdullillah enggak tergoda. Pas itu saya lagi pulang, ada tumpukan material saya kepentok jatoh. Saya pegang itu batako, saya berpikir 'Ini kan dari pasir akhirnya saya coba getokin'. Nah itu awal mula bagaimana saya jadi pemecah batu," ujar Sarono sembari mengingat-ngingat peristiwa 16 tahun lalu.
Ia sempat mengalami kesulitan pada awal melakukan pekerjaan tersebut lantaran tak ada satu pun pembeli.
"Sudah banyak (pasirnya) tetapi enggak ada yang beli. Terus ada ibu-ibu nanyain ini buat apa, saya bilang ini buat pasir, alhamdullillah dia nawar, dia beli," kata dia.
Baca juga: Sambil Jualan Cilok, Bocah Yatim Piatu di Tangsel Tetap Bersekolah
Sarono mengaku tak mematok harga untuk menjual hasil pecahan batu yang telah menjadi pasir.