JAKARTA, KOMPAS.com — Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rusun Milik digugat lewat uji materi di Mahkamah Agung (MA). Pergub itu mewajibkan para pengembang apartemen mengembalikan pengelolaan ke warga. Jika tidak, Pemprov DKI Jakarta akan memberi sanksi ke pengembang.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti mengatakan, gugatan diajukan asosiasi Real Estate Indonesia (REI) dan seorang notaris bernama Sutrisno Tampubolon.
"Bukan hanya pergub, melainkan permen (peraturan menteri) juga digugat," kata Meli ketika dikonfirmasi, Rabu (27/12/2019).
Baca juga: Dikabulkannya Gugatan Penghuni Apartemen Kalibata City...
Peraturan menteri yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun.
Meli mengatakan, Pemprov DKI digugat lantaran dianggap telah menerbitkan pergub tanpa payung hukum. Menurut penggugat, seharusnya pemerintah mengeluarkan PP terlebih dulu sebelum Permen No 23/2018 dan Pergub No 132/2018 itu. Sebab, secara hierarki, urutan penerbitan kebijakan dimulai dari undang-undang, PP, permen, kemudian pergub.
Namun, menurut Meli, DKI mengacu pada PP No 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun untuk menerbitkan Pergub 132/2018. Lagi pula, lanjut Meli, Pergub No 132/2018 terbit sesudah berlaku Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Permen No 23/2018.
"PP No 4/1988 kan tidak dicabut, faktanya seperti itu. Makanya kami masih adopt selama tidak bertentangan dengan aturan-aturan itu," ujar Meli.
Bantah dominasi pengelolaan
KONTAN sebelumnya melaporkan, Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia Mualim Wijoyo mengatakan, Permen PUPR ini sangat salah kaprah lantaran menginginkan agar pengembang tidak terlalu mendominasi dalam mengambil keputusan saat pengembangan dan pengelolaan kompleks apartemen.
Padahal, menurut dia, kekhawatiran itu tidak berdasar karena pengembang tentu menginginkan apartemen/rusun yang telah dibangunnya itu bisa terus terjaga dan terkelola dengan baik.
Jika apartemen itu tidak terkelola dengan baik, nama pengembang yang akan tercoreng dan akan sulit untuk membangun atau menjual produk apartemen lain di masa yang akan datang.
"Pengembang membangun 3.000 unit apartemen, tetapi dalam permen itu hanya mendapatkan satu suara. Jika suara tidak berimbang tentu bisa mengganggu kepentingan pengembang. Padahal, kepentingan kami adalah produk yang kami bikin itu menjadi produk yang baik, nyaman, dan aman," kata Mualim dalam siaran pers yang diedarkan 17 Januari 2019.
Para pengembang menolak aturan one man one vote yang justru diamanatkan dalam Permen No 23/2018 dan Pergub No 132/2018.
Dalam sidang uji materi, REI diwakili Yusril Ihza Mahendra.
Yakin menang