JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membuat payung hukum untuk mengatur penerimaan dan pemanfaatan dana kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB). Dana kompensasi KLB merupakan dana yang dibebankan DKI kepada pengembang ketika membangun gedung melampaui lantai yang ditetapkan.
Kebijakan KLB tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 210 Tahun 2016 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan. Melalui aturan itu, pengembang diminta untuk membuat infrastruktur, ruang terbuka hijau, menyediakan lahan, dan menyediakan jalur pejalan kaki atau sepeda.
Kebijakan penggunaan dana KLB sempat dikritik Anies Baswedan. Namun, Anies tetap menggunakan dana KLB untuk membangun sejumlah sarana dan prasarana seperti trotoar di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman-Jalan MH Thamrin serta tiga jembatan penyeberangan orang (JPO).
Baca juga: Anies Sebut Revitalisasi JPO Sudirman Manfaatkan Dana KLB Pemerintah Sebelumnya
Kini, Anies ingin membuat aturan dana kompensasi KLB agar lebih transparan.
"Pak Anies itu ke depan akan dibikin semacam pergub yang transparansi. Semua yang bentuknya KLB, sanksi-sanksi, denda, ini lagi dibahas pergubnya," kata Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yusmada Faizal, Senin (11/3/2019).
Menurut Yusmada, dalam peraturan yang baru ini akan ada daftar belanja yang bisa didanai kompensasi KLB. Selain dana kompensasi KLB, ada pula pengaturan untuk pembangunan fasos fasum dalam Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) atau kewajiban pengembang.
"Yang jelas warga tahu apa ini. Misalnya pengembang punya bangun apa, ngemplang, ketahuan sama warga nanti, kira-kira kaya gitu. Warga ngontrol, Pak Gubernur butuh keterbukaan," kata Yusmada.
Didukung PDI-P
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mendukung rencana Pemprov DKI membuat payung hukum tentang transparansi dana kompensasi KLB.
"Saya kira konteks transparansinya boleh juga. Jadi enggak ada masalah," kata Gembong, kemarin.
Ia menilai dana kompensasi KLB lebih baik diwujudkan untuk pembangunan seperti yang dilakukan di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Sebab, lanjut dia, penerimaan dana dalam bentuk uang rentan disalahgunakan. Sementara itu jika dalam bentuk barang, manfaatnya bisa dirasakan masyarakat.
"Kalau sudah bisa ditunaikan itu menjadi masalah. Yang kami harapkan KLB ini, kan, berupa barang dari pada bancakan buat orang per orang, kan, begitu," ujar dia.
Baca juga: DKI Akan Buat Pergub Transparansi Dana Kompensasi KLB
Gembong mengatakan, Jakarta tak bisa hanya mengandalkan APBD untuk pembangunan. Pemanfaatan dana non-budgeter untuk infrastruktur dan sarana prasarana dinilai baik untuk percepatan.
"Sebanyak apa pun alokasi APBD enggak mungkin bisa mencukupi atau meng-cover persoalan Jakarta. Tapi dengan bersinerginya pihak ketiga, kemudian APBD kita, saya kira ini untuk percepatan pengentasan persoalan-persoalan Jakarta," kata Gembong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.