JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai, Pemerintah Provinsi DKI belum siap membeli Aetra dan Palyja, dua perusahaan swasta yang mengelola air bersih di Jakarta.
Pasalnya, hingga kini DKI tak kunjung mengumumkan langkah yang akan dilakukan untuk menghentikan swastanisasi air.
"Ada situasi yang dilematis. Kalau kita beli sekarang, kita juga sepertinya belum siap dengan suprastrukturnya, dengan orang-orangnya. Kemudian kalau kita beli sekarang apakah kemudian harga yang ditentukan sudah cocok untuk akuisisi?" kata Bestari di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Menurut Bestari, saat ini Pemprov DKI Jakarta masih melakukan hitung-hitungan dan negosiasi. Jika jadi membeli, DKI juga harus membayar utang keuntungan yang belum dibayarkan ke dua perusahaan itu.
Baca juga: LBH Jakarta Tuntut Keterbukaan Informasi dari Pemprov DKI soal Swastanisasi Air
Namun, Bestari mendukung penuh langkah DKI kuasai dua perusahaan tersesbut. Pengembalian pengelolaan air ke tangan DKI demi kesejahteraan warga DKI.
"Kalau harapan kita sesuai dengan apa yang diputuskan MK itu, sudahlah kembalikan, harus pemerintah yang urus-urus. Mana bisa swasta yang ngurus begitu lah, ini kebutuhan vital masyarakat kok," ujar Bestari.
Anies Baswedan telah berjanji mengumumkan kebijakan terkait penghentian swastanisasi air bersih di Jakarta pekan ini.
"Insya Allah kalau gak ada halangan Senin (depan) kami umumkan," kata Anies di Jakarta Barat, Senin lalu.
Lebih dari sebulan lalu Anies juga menyatakan bakal mengambil alih pengelolaan air Jakarta.
Saat itu, 11 Februari 2019, Anies dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum mengumumkan hasil kajian selama enam bulan terakhir. Tim tersebut mengkaji berbagai opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi.
Langkah yang dipilih yakni lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengkahiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.
Sayangnya langkah yang dilakukan DKI tak kunjung diumumkan.
Direktur LBH Jakarta Arief Maulana sebagai perwakilan dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menuntut Anies untuk tegas. Ia berpendapat, selama ini Anies hanya memberikan janji-janji terkait pencabutan aturan swastanisasi, tetapi janji itu tidak pernah direalisasikan.
LBH Jakarta juga telah meminta Pemprov DKI lebih terbuka. LBH Jakarta telah mengirimkan surat permohonan keterbukaan informasi sebanyak dua kali ke Pemprov DKI terkait persoalan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.