JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, ada empat poin yang mereka tekankan dalam aksi memperingati Hari Bumi 2019 di Balai Kota hingga Monumen Nasional (Monas), Senin (22/4/2019).
Empat poin tersebut merupakan persoalan lingkungan yang didesak agar segera ditangani Pemerintah DKI Jakarta.
Persoalan tersebut di antaranya masalah sungai mengenai konsep naturalisasi, isu sampah, kualitas udara Jakarta, dan penanganan pesisir Jakarta.
Baca juga: Walhi Peringati Hari Bumi: Darurat Sampah, Pulihkan Jakarta Sekarang!
Mengenai krisis kondisi sungai, Pemprov DKI dinilai belum menunjukkan kemajuan signfikan. Padahal laporan Pemerintah DKI sendiri sudah mengungkapkan mayoritas sungai di Jakarta mengalami beban pencemaran yang berat.
"Konsep naturalisasi Pemprov DKI yang sering dilemparkan kepada publik belum jelas menjawab bagaimana menyelesaikan krisis sungai di Jakarta. Termasuk juga pergub yang baru saja dikeluarkan, yakni nomor 31 tahun 2009 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu Dengan Konsep Naturalisasi," ucap Tubagus kepada Kompas.com, di Monas, Senin (22/4/2019).
Menurutnya, pergub ini masih belum menjawab bagaimana pemulihan kualitas sumber daya air. Artinya masa depan kualitas sungai di Jakarta belum memiliki kepastian.
Baca juga: Naturalisasi Sungai ala Anies, Mungkinkah Dilakukan?
Tubagus mengatakan, dengan kewenangannya Gubernur dapat melakukan audit dan review perizinan seluruh industri di Jakarta yang berpotensi mencemari (termasuk juga berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah sekitar Jakarta), juga melakukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum.
"Namun agenda belum juga terlihat signifikan sampai saat ini. Pergub ini juga minim membuka ruang pelibatan warga, meskipun disinggung dalam beberapa pasal, namun tidak pada proses perencanaan dan pelaksanaan," jelasnya.
Pada isu sampah, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat dinilai belum menghadirkan kebijakan dan aksi yang secara nyata menjawab persoalan utama sampah plastik dan kemasan yang menjadi tanggung jawab produsen.
Baca juga: Hari Bumi, 6 Foto Memilukan Bukti Plastik Bahayakan Planet Ini
Pemprov DKI dinilai belum menekan dan mengejar tanggung jawab produsen, namun menghadirkan solusi yakni dengan berencana melakukan pengelolaan sampah berbasis pembakaran (ITF Sunter) yang dinilai tanggung jawab produsen diabaikan.
"Kami menduga solusi palsu tersebut diperuntukkan melarikan tanggung jawab produsen, dan kemudian masyarakat lah yang harus menanggung beban tersebut," lanjut Tubagus.
Pemprov DKI harusnya mengeluarkan kebijakan yang progresif, seperti larangan penggunaan kantong plastik dan styrofoam.
Baca juga: Selamat Hari Bumi, Bermula dari Peristiwa 1969 Hingga Dirayakan Dunia
Selain itu, pemerintah diminta bersikap tegas terhadap kondisi kualitas udara. Apalagi berdasarkan data Greenpeace DKI Jakarta memiliki kualitas udara terburuk di Asia Tenggara.
"Hal ini berbeda dengan negara lain di regional yang merespons cepat ketika terjadi pencemaran udara di wilayahnya, seperti Bangkok. Padahal sepanjang tahun 2019 pun beberapa stasiun pemantauan kualitas udara sering menunjukan kualitas udara Jakarta tidak sehat di beberapa titik," terangnya.
Tak hanya itu, Walhi juga menyoroti pencemaran dan kerusakan yang dialami masyarakat pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.