Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Ratna Sarumpaet Yakin Akan Bebas dari Jeratan Hukum

Kompas.com - 10/05/2019, 06:13 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet menjalani sidang pemeriksaan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Selepas sidang, Ratna mengaku puas dengan keterangan para saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukumnya. Ia meyakini dirinya dapat bebas dari hukuman berdasarkan keterangan para saksi itu.

"Kalau menurut saya sih kalau semua kesaksian yang kita dengar hari ini dipertimbangkan baik-baik oleh hakim, harusnya saya hebas," kata Ratna.

Kemarin, ada dua saksi ahli yang dihadirkan Ratna yaitu ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir serta Kepala Sub Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kementerian Kominfo Teguh Arifiadi.

Baca juga: Psikiater Beberkan Kondisi Depresi yang Dialami Ratna Sarumpaet

Dalam kesaksiannya, Mudzakir menilai kebohongan yang disampaikan Ratna tidak sepatutnya dipidana. Sebab, menurut dia, kebohongan Ratna tidak ditujukan untuk tindak pidana.

"Bohong itu bukan pidana. Kebohongan akan menjadi pidana apabila dilanjutkan dengan perbuatan lain. Tergantung tujuan bohongnya apa dan seterusnya," kata Mudzakir.

Menurur Mudzakir, kebohongan yang dapat dipidana adalah kebohongan untuk penipuan atau penggelapan seperti yabg diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Lebih lanjut, Mudzakir berpendapat, kebohongan yang disampaikan Ratna tidak menyebabkan keonaran sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Mudzakir menjelaskan, kegaduhan yang terjadi di media sosial akibat kebohongan Ratna tidak dapat didefinisikan sebagai keonaran.

"Kalau ingin menjelaskan onar seperti apa, baca saja peristiwa bulan Mei tahun 1998. Itu namanya keonaran yang di Jakarta, tak terkendalikan," ujar Mudzakir.

Sementara itu, Teguh menilai, Ratna tidak ikut menyebarluaskan berita bohong. Sebab, Ratna hanya mengirim pesan berisi kebohongan kepada orang-orang dekatnya.

"Dalam konteks UU ITE Pidana 28 Ayat 2 yang menyebar itu untuk diketahui secara umum. Umum itu adalah publik, orang yang tidak dikenal," ujar Teguh. 

Baca juga: Saksi Ahli Sidang Ratna Sarumpaet: Yang Bertanggung Jawab yang Posting Berita Bohong

Sedangkan, kata Teguh, perbuatan Ratna yang mengirim pesan berisi kebohongan lewat WhatsApp bukanlah penyebaran atau pendistribusian berita bohong.

"Penyebaran via WhatsApp itu mentransmisikan, tetapi apakah dia mendisitribusikan? Konteks Pasal 157 KUHP itu penyebaran dengan waktunya sama, tujuanya untuk diketahui secara umum," kata dia.

Persidangan akan kembali dilanjutkan pada Selasa pekan depan dengan agenda pemeriksaan terhadap terdakwa, yaitu Ratna.

Kasus hoaks Ratna bermula ketika foto lebam wajahnya beredar luas di media sosial. Kepada beberapa pihak, Ratna mengaku telah menjadi korban pemukulan orang tidak dikenal di Kota Bandung, Jawa Barat.

Belakangan, Ratna mengklarifikasi bahwa berita penganiayaan terhadap dirinya adalah bohong. Muka lebamnya bukan disebabkan penganiayaan, melainkan karena operasi plastik.

Ratna didakwa dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu

Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan "Food Estate" di Kepulauan Seribu

Megapolitan
Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Megapolitan
Pengeroyokan Preman oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Pengeroyokan Preman oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Megapolitan
'Update' Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

"Update" Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

Megapolitan
Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Megapolitan
Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Megapolitan
Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Megapolitan
Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian 'THR Lebaran' untuk Warga Terdampak Bencana

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian "THR Lebaran" untuk Warga Terdampak Bencana

Megapolitan
Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Megapolitan
Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com