JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) tidak kooperatif dalam mengembalikan konsesi pengelolaan air ke Jakarta.
"Kami perlu sampaikan Palyja tidak kooperatif dan itikad untuk bertanggung jawab atas penyediaan air warga Jakarta tidak muncul di situ," kata Anies di Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Padahal, perusahaan swasta lain yang juga mengelola air Jakarta, PT Aetra Air Jakarta, sudah menandatangani Head of Agreement (HoA) dan menyepakati pengembalian konsesi ke Jakarta serta transisinya.
Baca juga: Bertemu Tim Tata Kelola Air DKI, KPK Minta Penjelasan soal Swastanisasi Air Minum
Menurut Anies, Palyja tidak merespons keinginannya.
"Meeting saja susah. Tidak seperti Aetra. Aetra itu responsif. Ini yang dulu kenapa teman-teman tanya saya enggak cerita karena pada waktu itu lagi proses bahwa yang satu responsif yang satu tidak responsif," ujarnya.
Oleh karena itu, Anies dan timnya tengah merumuskan langkah hukum agar bisa tetap mengambil alih pengelolaan air dari Palyja.
Baca juga: DKI Akan Temui KPK Bahas Penghentian Swastanisasi Air
"Jadi buat Palyja, ini catatan, masyarakat sudah mengetahui tentang respons Anda terhadap proses ini," ujar Anies.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Palyja Robert Rerimassie mengakui pihaknya belum mencapai kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penghentian swastanisasi pengelolaan air bersih.
Robert mengatakan, Pemprov DKI melalui badan usahanya, PAM Jaya belum memberikan kejelasan nasib.
Baca juga: Palyja Belum Sepakat Hentikan Swastanisasi Air, Ini Alasannya
"Kami juga perlu kepastian," kata Robert kepada wartawan, Sabtu (28/4/2019).
Kepastian itu bukan sekadar soal keuntungan bagi Palyja, tetapi juga menyangkut pelayanan kepada warga di bagian barat Jakarta yang menjadi pelanggan Palyja.
Robert mengakui selama ini pengelolaan air di bawah pihak swasta belum optimal.
Baca juga: Tanggapan PAM Jaya soal Molornya Kebijakan Penghentian Swastanisasi Air
Menurut dia, hal itu disebabkan Pemprov DKI yang tak pasti dalam memberikan keuntungan ke Palyja.
Perjanjian yang dibuat PAM Jaya dengan Palyja pada 1997 mensyaratkan PAM Jaya memberi jaminan keuntungan sebesar 22 persen. Total keuntungan yang masih menjadi utang sebesar Rp 6,7 triliun.
Padahal, menurut Robert, keuntungan itu bisa digunakan untuk menambah jaringan dan memperbaiki pelayanan.
Baca juga: LBH Jakarta Tuntut Keterbukaan Informasi dari Pemprov DKI soal Swastanisasi Air