JAKARTA, KOMPAS.com - Agenda reforma agraria di DKI Jakarta kini diperkuat dengan dibentuknya Gugus Tugas Reforma Agraria oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Reforma agraria yakni penataan aset melalui konsolidasi tanah dan penataan akses dengan memberdayakan warga.
Lewat Kepgub Nomor 574 Tahun 2019, Anies mengetuai langsung gugus tugas itu. Ia menetapkan tanggung jawab dalam reforma agraria antara lain menyediakan tanah, menata aset dan akses, hingga memfasilitasi penanganan sengketa pertanahan.
Dalam sosialisasi dan kick off yang digelar pada Senin (28/5/2019), lurah dan camat se-Jakarta diminta memprioritaskan kawasan kumuh sebagai target reforma agraria.
Baca juga: Debat Capres, Lahan Prabowo, dan Reforma Agraria
Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Doni Janarto Widiantono menyebut separuh dari luas wilayah Jakarta tergolong kawasan kumuh.
"Ini adalah fakta kawasan kumuh di DKI Jakarta kami bersama Bank Dunia menetapkan hampir 49 persen dari jumlah kelurahan yang ada, 118 dari 267 kelurahan memiliki kawasan kumuh," ujar Doni dalam sosialisasi reforma agraria di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (27/5/2019).
Kendati Jakarta kota metropolitan dengan banyak gedung pencakar langit, Doni menilai pemanfaatan tanah di DKI masih timpang. Masih banyak permukiman tumbuh liar di tanah tak bertuan.
"Kawasan ini terutama juga berlanjut pada daerah tidak bertuan seperti bantaran sungai. Ini lah di mana 50 persen dari penduduk yang di kawasan kumuh bermukim," kata Doni.
Kawasan kumuh paling banyak tersentralisasi di Jakarta Utara (39 persen). Kemudian Jakarta Barat (28 persen), Jakarta Selatan (19 persen), Jakarta Timur (12 persen), Jakarta Pusat (11 persen), dan Kepulauan Seribu (1 persen).
Doni mendorong Pemprov DKI mengembangkan kampung tematik. Pengembangan ini dinilai bisa jadi cara menata kampung kumuh.
"Nanti kita kembangkan zona khusus. Ada kawasan historis juga seperti di Luar Batang," kata dia.
Bahkan, menurut Doni, cara ini bisa dikembangkan untuk menata kampung ilegal di bantaran kali. DKI dan BPN dinilai bisa melegalisasi hunian warga.
Baca juga: BPN Dorong Pemprov DKI Kembangkan Kampung Tematik
"Dan sepanjang Ciliwung saya kira banyak hal yang istimewa dan bisa kita berikan pengecualian sehingga kita bisa berikan legal dan bisa kita tata selama tidak membahayakan atau mengganggu fungsi di sungai, saya kira bisa," ujar Doni.
Menurut Doni, selama ini penataan memang lebih diprioritaskan bagi kampung kumuh yang legal. Adapun yang di bantaran kali, karena lebih problematik, sulit untuk ditangani. Namun, Doni meyakini penataan tematik bisa dilakukan.