Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Udara di Jakarta, Standar Pemerintah Dinilai Beda dengan WHO

Kompas.com - 30/06/2019, 13:34 WIB
Vitorio Mantalean,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Buruknya kualitas udara di Jakarta sempat jadi perbincangan belakangan ini setelah penyedia data polusi kota-kota besar dunia, AirVisual pada Selasa (25/6/2019) pagi, menunjukkan Jakarta masuk dalam 4 kota dengan pencemaran udara terburuk di dunia setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago.

Pagi itu, indeks kualitas udara Jakarta menyentuh angka 164, masuk dalam kategori tidak sehat (151-200).

Pemprov DKI melalui Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih berdalih, kualitas udara Jakarta tak seburuk itu. Ia menjelaskan, standar pengukuran pencemaran udara versi pemerintah dan AirVisual tidak sama.

Baca juga: 2019, Polusi Udara Jakarta Dinilai Lebih Parah dari 2018

PM 2,5 dan PM 10

Andono Warih menyatakan, standar pengukuran pencemaran udara di Indonesia, termasuk Jakarta, bersandar pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Dokumen itu hanya mengatur standar untuk menghitung ISPU di Indonesia menggunakan parameter partikel debu berukuran 10 mikron (PM 10).

Sementara itu, data AirVisual menggunakan parameter PM 2,5, partikel debu berukuran kurang dari 2,5 mikron.

"Seperti sehelai rambut dibagi 30," ujar Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin alias Puput kepada wartawan, Jumat (28/6/2019), tentang partikel berukuran 2,5 mikron.

Baca juga: RTH Jakarta Tak Cukup Kendalikan Polusi, Sumber Pencemar Harus Ditekan

Saking halusnya, menurut Puput, partikel ini sanggup menembus masker dan sulit disaring oleh bulu hidung, sehingga besar kemungkinan menyusup sampai paru-paru dalam jumlah besar.

Badan Kesehatan Dunia, WHO, pun menetapkan bahwa PM 10 masuk kategori partikulat kasar yang dampaknya terhadap kesehatan tidak separah PM 2,5.

"Partikel 10 mikron bisa masuk dan mengendap di paru-paru. Tapi, yang lebih berbahaya lagi yakni partikel berukuran kurang dari 2,5 mikron yang bisa menembus sekat paru-paru dan masuk ke aliran darah," tulis WHO dalam situs resminya.

Standar Pemerintah Longgar dan Tak Sesuai Zaman

Puput menjelaskan, polemik soal angka yang kemudian merepresentasikan tingkat pencemaran udara tak berhenti pada PM 2,5 dan PM 10. Pemerintah menerapkan standar ISPU yang terlalu longgar dibandingkan standar WHO yang mestinya jadi acuan internasional.

"Ini sebabnya, masyarakat sipil mengatakan terjadi pencemaran, kondisi udara tidak sehat, tapi pemerintah bilang masih sedang, masih aman. Karena masyarakat sipil menggunakan standar WHO," jelas Puput.

Jika menggunakan parameter pemerintah selama ini, yakni PM 10, WHO menetapkan bahwa kualitas udara "baik" jika jumlah PM 10 maksimal sebanyak 20 ug/m3 (mikrogram per meter kubik). Sementara itu, versi Kementerian LHK, kualitas udara "baik" ditoleransi hingga 51 ug/m3.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Megapolitan
Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Megapolitan
Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Megapolitan
Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Megapolitan
Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Megapolitan
Alasan Chandrika Chika Cs Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Alasan Chandrika Chika Cs Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Megapolitan
Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com