JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat lingkungan Ahmad Safrudin menilai persoalan emisi kendaraan di DKI Jakarta yang berkontribusi pada buruknya kualitas udara sebaiknya diselesaikan dengan cara razia emisi.
Puput, panggilan akrab Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) itu, meyakini bahwa langkah ini lebih efektif ketimbang wacana kenaikan tarif parkir bagi kendaraan yang tak lolos uji emisi.
"Secara teknis, kebijakan baru itu ribet. Kami sudah kaji panjang, pemerintah sebaiknya enggak usah urusin teknis uji emisi. Strict saja, adakan razia," jelas Puput kepada Kompas.com, Senin (8/7/2019).
"Gubernur kondisikan dengan kejaksaan tinggi, polda, pengadilan, bahas bagaimana cara razia emisi hingga digiring ke pengadilan dengan pertanggunjawaban yang ketat. Kita berharap ada efek jera ketika ada sanksi maksimal," imbuhnya.
Baca juga: Diwajibkan Punya Alat Uji Emisi, Pemilik Bengkel: Memangnya Kami Punya Modal?
Puput menjabarkan, razia emisi tak mesti dilakukan tiap hari. Razia bisa dilangsungkan tiga bulan sekali, walaupun hasilnya kemudian hanya menjaring dua orang yang kendaraannya tak memenuhi baku mutu emisi.
Denda maksimal pada dua orang itu, menurut Puput, sudah cukup memberi pesan pada warga lain untuk merawat kendaraannya.
"Kelak kan masyarakat lain yang tahu bahwa emisi bisa didenda, Rp 2 juta misalnya, akan spontan merawat kendaraannya. Karena esensi uji emisi adalah perawatannya. Perawatan diserahkan ke pemilik kendaraan saja," imbuhnya.
Puput beranggapan, langkah ini justru lebih ampuh menumbuhkan kesadaran pemilik kendaraan untuk senantiasa merawat kendaraannya dengan caranya masing-masing.
Pemilik kendaraan yang enggan didenda lantaran tak lolos uji emisi, dengan sendirinya bakal mencari bengkel untuk uji emisi sekaligus merawat kendaraannya. Bengkel dengan fasilitas uji emisi pun akan tumbuh berdasarkan hukum permintaan dan penawaran.
"Uji emisi kan tergantung, bisa 1 atau 2 tahun sekali bagi pemilik kendaraan, sepanjang dia yakin betul kendaraannya under-maintainance. Banyak cara menyiasati agar emisinya bagus, toh pemilik kendaraan yang tahu persis kondisi kendaraannya. Esensinya di perawatan tadi, dia under-maintainance, begitu dirazia dia akan memenuhi baku mutu secara otomatis," kata Puput.
Baca juga: Pernah Gagal di Era Foke, Kebijakan Wajib Uji Emisi Anies Dinilai Tak akan Efektif
Puput mengatakan, sebetulnya persoalan emisi sudah lama diamanatkan melalui Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Pemprov DKI Jakarta pun memiliki Perda Nomor 2 Tahun 2005 yang mengatur bahwa setiap kendaraan yang melintas di jalan raya di DKI Jakarta harus memenuhi baku mutu emisi.
"Kalau enggak melaksanakan, kan ini polisi, dinas lingkungan hidup dan gubernurnya membangkang undang-undang. Ngapain repot bikin kebijakan baru lagi, tegakkan saja yang sudah ada dengan razia," tegas Puput.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan uji emisi bagi seluruh kendaraan di DKI Jakarta dan ditargetkan berlaku seluruhnya pada 2020 nanti.
Uji emisi ini akan membutuhkan 933 bengkel di seluruh DKI Jakarta. Saat ini, Gubernur Anies Baswedan mengungkapkan baru sekitar 150 bengkel yang memiliki fasilitas uji emisi di Jakarta.
Rencananya, Pemprov DKI Jakarta akan menghubungkan data antara kendaraan yang lolos uji emisi dan sistem parkir sehingga bisa menjalankan sanksi penambahan biaya parkir bagi kendaraan yang tak lolos uji emisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.