BEKASI, KOMPAS.com - Mengajar, katanya, merupakan profesi mulia. Bahkan di kota besar, seorang guru tak mesti puas hanya karena honornya cair.
Lebih dari itu, ada kepuasan tak terlukiskan ketika seorang guru sanggup mengantarkan muridnya, berapa pun itu, mendaki tangga pengetahuan di sekolah.
Demikian deskripsi suasana batin beberapa guru di sebuah SMP swasta di Perumnas 1 Kayuringin, Bekasi Selatan. Sudah dua tahun terakhir, SMP ini menoreh jumlah siswa paling sedikit sepanjang 36 tahun berdirinya sekolah.
Tahun lalu, mereka hanya menerima 5 orang siswa. Tahun ini, dua.
"Karena jumlah siswa menurun, tahun ajaran baru ada 3 guru mundur. Tadinya ada 9 guru, jadinya tinggal 6. Kan mereka mengejar sertifikasi," ujar wakil kepala SMP swasta tersebut saat dijumpai Kompas.com di sekolahnya, Senin (15/7/2019) pagi, bertepatan dengan hari pertama sekolah tahun ajaran 2019/2020.
Baca juga: Kisah dari SMP Swasta di Bekasi yang Hanya Kedatangan 2 Siswa Baru...
Bapak wakil kepala sekolah, sebut saja demikian, tak mengizinkan namanya dimuat dalam artikel. Dia pun mewanti-wanti agar nama SMP swasta tiga lantai yang berdiri di Bekasi sejak 1983 ini tak dicantumkan, baik dalam tulisan maupun visual.
Bapak wakil kepala sekolah ini lalu membeberkan lebih jauh sejumlah keadaan pahit yang, suka tidak suka, mesti dihadapi guru-guru di SMP swasta ini akibat jumlah murid yang kian susut.
"Jadi, guru-guru di sini ada yang rangkap ngajarnya. Harus. Karena kalau hanya mengandalkan..." kata wakil kepala sekolah sebelum memotong ucapannya sendiri.
"Misalnya guru prakarya lah, kita sebut. Dia cuma ngajar 2 jam, dikali 3 rombel (rombongan belajar -- kelas), mau digaji berapa? Kalau 1 jamnya Rp 20.000, dia sebulan cuma dapat Rp 120.000. Bisa makan apa? Bisa bayar kontrakan juga kurang kan?" jelasnya.
Wakil kepala sekolah menyebut, honor guru di SMP swasta ini bervariasi berdasarkan senioritasnya. Rata-rata, guru diberi honor Rp 17.500 per jam.
"Otomatis mereka nyari sekolah lain. Guru-guru itu mencari jam. Kalau yang bertahan, misalnya guru Prakarya tadi, bisa ngajar PKn? Oh bisa, jadilah ngajar PKn, kan lumayan 3 jam kali 3 rombel. Anaknya kan mesti sekolah juga," imbuhnya.
Baca juga: Lucunya Hari Pertama Sekolah, Saat Orangtua Rebutan Kursi hingga Duduk di Kelas
Menjaga gairah mengajar
Wakil kepala sekolah yang kini juga merangkap sebagai guru sains dan matematika tak dapat menjelaskan alasan yang membuat 6 orang guru tersisa tetap bertahan di SMP swasta ini. Menghadapi murid yang dapat dihitung dengan jari, setiap hari, jelas memantik rasa jemu.
"Gairah sudah pasti (berkurang). Semangat belajar murid kan pasti juga turun. Kalau muridnya brilian, otomatis bergairah. Kalau dari dua murid, dua-duanya bermasalah, kan susah. Sejago-jagonya guru ngajar, mau bagaimana?" kata dia.
"Entah gimana guru-guru yang mau bertahan. Mereka bertahan, saya perjuangkan, sudah."