JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus manipulasi suara yang dilakukan 10 anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) Koja dan Cilincing dalam pemilihan legislatif (pileg) DPRD DKI memasuki babak baru.
Pada Rabu (22/7/2019) Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis bebas 10 orang tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Jadi kemaren itu tuntutan kami yang satu tahun denda Rp 20 juta subsider empat bulan itu ternyata putusan majelis hakim berbeda dari kita," kata ketua JPU Fedrik Adhar, Kamis (25/7/2019).
Alasan hakim memutuskan bebas 10 orang terdakwa tersebut ialah karena JPU tidak melampirkan formulir C1 hologram sebagai bukti valid dalam kasus tersebut.
JPU hanya melampirkan formulir C1 yang diserahkan pelapor yang sudah divalidasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Baca juga: 10 Anggota PPK Koja dan Cilincing Divonis Bebas, Jaksa Banding
Menurut Fedrik, putusan hakim ini membingungkan karena formulir C1 tersebut tidak pernah disebutkan dalam persidangan.
"Dalam persidangan C1 hologram itu tidak pernah disebutkan sama sekali, tidak pernah dibahas, tidak pernah diminta, atau hakim menyatakan KPU sebagai saksi harus membawa C1 hologram itu," ujarnya.
Selain itu, dalam pleidoinya, disebutkan Ferdik, para terdakwa mengakui perbuatannya. Meskipun mereka memohon agar kasus tersebut hanya dianggap sebagai pelanggaran administrasi, bukan pelanggaran pidana.
Oleh karena itu, pihaknya berencana melakukan upaya hukum selanjutnya dengan mengajukan banding atas putusan bebas tersebut.
"Kami akan upayakan upaya hukum sesuai aturan di Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 di mana setiap putusan apapun dilakukan upaya banding," ucap Fedrik.
Baca juga: Hakim Vonis Bebas 10 Anggota PPK Koja dan Cilincing yang Dituduh Manipulasi Suara
Rencananya permohonan banding tersebut akan diajukan pada hari ini setelah mereka mempelajari salinan putusan yang diserahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara kemarin.
Sementara itu, Ketua Sentra Gakkumdu Badan Pengawas Pemilu Jakarta Utara, Benny Sabdo mengaku menghormati putusan majelis hakim. Namun, ia menilai seharusnya putusan hakim merefleksikan asas pemilu yang jurdil.
Adapun saat ini, pihaknya masih menunggu hasil kajian hukum JPU.
"Saya sudah melaporkan perihal ini kepada Pimpinan Bawaslu RI dan Bawaslu DKI, prinsipnya mendukung sikap JPU," katanya.
Adapun kasus ini berawal ketika Sentra Gakkumdu Bawaslu Jakarta Utara menerima laporan dari caleg DPRD DKI nomor urut 1 dari Partai Demokrat H. Sulkarnain dan caleg DPRD DKI nomor urut 5 Partai Gerindra M. Iqbal Maulana mengenai adanya suara calon legislatif yang hilang di dua kecamatan tersebut.