Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadishut DKI Bantah Gabion di Bundaran HI Berbahan Dasar Batu Karang

Kompas.com - 25/08/2019, 21:07 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsita membantah bahwa bahan dasar instalasi gabion di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat adalah batu karang.

Suzi merespons pernyataan pemerhati isu lingkungan Riyanni Djangkaru yang menyatakan bahwa bebatuan yang disusun menjadi instalasi tersebut adalah batu karang.

"Jadi menanggapi informasi selama beberapa hari ini viral penggunaan terumbu karang di instalasi gabion. Saya nyatakan itu tidak benar, bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping. Sesuai dengan konsep yang telah disiapkan oleh dinas kehutanan," kata Suzi di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (25/8/2019) malam.

Menurut Suzi, hal itu diketahui setelah pihaknya berdiskusi dan berkoordinasi dengan geologis dan akademisi.

"Jadi beberapa hari ini memang kita menerima masukkan dari masyarakat ada yang dari aktivis ada yang dari geologi secara akademis. Kita lanjut ke lokasi dan kita nyatakan kita periksa bersama-sama dan dinyatakan oleh dari UI bahwa itu adalah batu gamping," jelasnya.

Baca juga: Riyanni Djangkaru Kritik Penggunaan Batu Karang dalam Instalasi Gabion

Suzi menuturkan, setelah ditelaah oleh geologis dan akademisi batu yang berada di dalam rangkaian besi adalah sisa batu karang yang telah terproses jutaan tahun di lautan dan sudah mati.

Sehingga tidak bermasalah lagi jika diambil dari lautan dan dibawa ke daratan.

"Terproses jutaan tahun yaitu menjadi batu gamping jadi sama sekali tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah terumbu karang. Jadi ada warna putih dan warna merah," ucap Suzi.

Sebelumnya, Pemerhati isu lingkungan Riyanni Djangkaru mengatakan, bebatuan yang disusun menjadi instalasi gabion di kawasan Bundaran HI adalah batu karang.

Riyanni mengetahui bebatuan karang itu setelah mengeceknya langsung ke Bundaran HI.

"Pas saya dekati, kelihatan memang sebagian besar pola-pola skeleton karang itu terlihat cukup jelas. Kalau dilihat langsung, kita langsung ngeh," ujar Riyanni saat dihubungi, Sabtu (24/8/2019).

Riyanni juga menyampaikan kritikannya itu lewat akun Instagram-nya @r_djangkaru. Dia mempertanyakan penggunaan batu karang tersebut.

Baca juga: Viral Instalasi Gabion dari Batu Karang, Begini Tanggapan Ahli

Sebab, konservasi terumbu karang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Saya jd bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh ? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dpt dianggap seakan “menyepelekan “ usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tp penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan,mohon maaf, menurut saya gegabah." tulis Riyanni melalui akun Instagram-nya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com