JAKARTA, KOMPAS.com - Jika di wilayah lain udara pagi menjadi udara yang paling sejuk untuk dihirup, hal itu tidak berlaku di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Cilincing, Jakarta Utara.
Warga justru dihantui oleh kabut tebal berbau pekat yang dihasilkan oleh industri rumahan pembakaran arang batok dan peleburan alumunium (sebelumnya ditulis peleburan timah) yang ada di sana.
Tak hanya mengganggu, udara kotor itu juga menyebabkan banyak warga batuk setiap kali menghirup udara dari kepulan asap.
Hal itu dibuktikan dari hasil investigasi Puskesmas Kecamatan Cilincing. Dari sejumlah warga yang mereka interogasi hampir semua mengeluhkan hal yang sama.
"Salah satunya Pak Hartono pemilik warteg yang sudah tinggal 5 tahun di lokasi tersebut. Menurut pengakuan beliau pada saat pagi hari sering merasakan gejala batuk-batuk," kata Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing Edison Sahputra saat ditemui di kantornya, Senin (16/9/2019).
SDN Cilincing 07 Pagi, sekolah yang berjarak kurang dari 500 meter dari puluhan lokasi industri itu tak luput dari terpaan asap pembakaran itu.
Setiap melakukan apel pagi, baik guru maupun murid batuk-batuk karena menghirup udara tak sehat itu.
Baca juga: Polisi Segel Pabrik Peleburan Alumunium yang Dikeluhkan Warga Cilincing
Ruang kelas tempat kegiatan belajar mengajar berlangsung pun tak luput dari terpaan asap. Debu pembakaran itu menyelinap masuk kedalam kelas sehingga baik para siswa maupun guru seringkali mengalami mata perih dan batuk-batuk.
Kegiatan belajar mengajar terkadang harus terhenti sesaat untuk para guru dan siswa menghirup udara yang lebih segar di luar ruang kelas.
Selain itu, Puskemas Kecamatan Cilincing juga mencatat banyaknya warga yang menderita infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Dua RW terdekat, yakni RW 006 dan RW 009 tercatat memiliki penderita ISPA terbanyak. Menurut data yang dirangkum Puskesmas Cilincing dari pasien yang datang pada bulan Juni Hingga Agustus, RW 006 mencatatkan ada 157 pasien yang terkena ISPA. Sementara RW 009 mencatat ada 150 pasien menderita ISPA.
Jika dibandingkan dengan RW lainnya, RW 006 dan RW 009 menempati ukuran ke-2 dan ke-3 pasien penderita ISPA.
Dokter Aprilia Maya Putri, salah satu dokter yang bertugas di puskesmas itu mengatakan pihaknya tidak bisa memastikan apakah asal muasal dari ISPA yang dialami ratusan warga itu.
Baca juga: Polisi Periksa Lima Saksi Terkait Penyegelan Industri Peleburan Alumunim di Cilincing
"Tapi dari keterangan warga yang berobat ada yang menyebutkan karena polusi pembakaran arang," ucap Aprilia.
Dijelaskan dia, kebanyakan warga yang terkena ISPA adalah anak-anak berusia 0-5 tahun yang daya tahan tubuhnya masih rendah.