JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalis dan sutradara Dandhy Dwi Laksono ditangkap di kediamannya pada Kamis (26/9/2019) malam.
Menurut Dandhy, polisi langsung menunjukkan surat penangkapan.
Padahal, sebelumnya dia tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian seperti yang dituduhkan polisi.
Selain surat penangkapan, polisi juga menunjukkan kicauan di akun Twitter dia terkait Papua. Kicauan itu diunggah pada 23 September 2019.
"Saya terkejut tiba-tiba petugas ke rumah dan menunjukkan materi yang saya twit. Kemudian konfirmasi apakah itu twit saya. Saya jawab, (itu) betul terkait Papua," ujar Dandhy kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat pagi.
Dandhy pun ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Dandhy telah dilepas pagi ini.
Pihak kepolisian memutuskan untuk tidak menahan Dandhy setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/9/2019).
Baca juga: Polisi: Dandhy Dwi Laksono Tersangka UU ITE, tetapi Tidak Ditahan
Kicauan Dandhy di media sosial membuatnya berurusan dengan hukum. Siapa sebenarnya Dandhy Dwi Laksono?
Nama Dandhy dikenal sebagai sutradara yang menggarap film dokumenter "Sexy Killers". Film tersebut diputar di berbagai ruang diskusi dan memperoleh 1,5 juta views 36 jam setelah diunggah di Youtube.
"Sexy Killers" merupakan film yang diproduksi oleh Watchdoc, sebuah rumah produksi audio visual yang didirikan oleh Dandhy pada tahun 2009.
Selain film tersebut, ia juga menyutradarai film dokumenter lainnya seperti "Samin vs Semen", "Jakarta Unfair", dan "Yang Ketujuh".
Film-film dokumenter yang diproduksi Dandhy umumnya berfokus pada isu-isu politik, sosial, dan kenegaraan.
Dandhy juga tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ia berkiprah dalam dunia jurnalistik sebagai jurnalis investigasi dan membuat film dokumenter.
Baca juga: Jadi Tersangka Ujaran Kebencian, Ini Cuitan Dandhy Dwi Laksono yang Dipersoalkan
Selain itu, Dandhy juga pernah menerbitkan buku berjudul "Indonesia for Sale" dan "Jurnalisme Investigasi".
Penangkapan Dandhy Kamis lalu bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Dandhy sudah pernah ditangkap karena unggahannya di media sosial.
Pada September 2017, ia dilaporkan ke polisi setelah menulis artikel opini berjudul "Suu Kyi dan Megawati". Tulisan tersebut ia bagikan melalui akun Facebook-nya.
Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) melaporkan Dandhy karena tulisannya dianggap menghina Megawati Soekarnoputri.
Kini, Dandhy kembali ditangkap karena cuitannya di media sosial Twitter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.