JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kesulitan mendapatkan data mahasiswa dan pelajar yang ditangkap polisi saat aksi unjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada 24-25 September 2019.
Padahal, LBH Jakarta sudah berupaya mencari informasi kepada polisi.
"Akses informasi dari polisi terkait dengan nama-nama yang ditangkap polisi pasca-kejadian tanggal 24-25 itu tidak kita peroleh, tidak dapat diakses," ujar Direktur LBH Jakarta Arif Maulana di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jumat (27/9/2019) malam.
Baca juga: ICJR Sulit Dapat Akses untuk Dampingi Mahasiswa yang Diamankan Polisi
Karena tidak bisa mendapatkan data itu, LBH Jakarta kesulitan untuk memberi bantuan hukum kepada mahasiswa dan pelajar yang ditangkap polisi.
Padahal, orang yang ditangkap polisi berhak mendapatkan bantuan hukum.
"Akses bantuan hukum juga tidak dibuka kepada tim advokasi," kata Arif.
Staf Pembela Hukum dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy juga menyampaikan hal serupa.
Baca juga: Kontras: Kepolisian Tak Transparan, Sekitar 30 Orang Masih Ditahan di Polda
Menurut Andi, polisi tidak membuka keran informasi soal penangkapan mahasiswa dan pelajar.
"Mereka tidak buka akses data dan informasi," ucap Andi dalam kesempatan yang sama.
Aksi demonstrasi di Kompleks Parlemen Senayan berlangsung sejak Senin sampai Rabu lalu.
Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa pada Senin-Selasa, sementara para pelajar berdemo pada Rabu.
Baca juga: LBH Jakarta: 90 Orang Dilaporkan Belum Kembali ke Rumah Pasca-demo di DPR
Aksi demonstrasi pada Selasa dan Rabu berujung rusuh. Sejumlah orang terluka dan ditangkap polisi.
Data LBH Jakarta, sekitar 90 orang dilaporkan belum kembali ke rumahnya pasca-demonstrasi itu.
Tersangka
Sementara polisi menetapkan 12 pelajar dan 24 mahasiswa sebagai tersangka aksi kerusuhan di Kompleks Parlemen Senayan.