JAKARTA, KOMPAS.com - Meski tinggal di ibu kota negara, warga DKI Jakarta masih merasakan sulitnya membuang hajat atau buang air besar (BAB) di permukiman padat penduduk yang berada di RT 015/ RW 007, Kelurahan Tanjung Duren Utara, Kecamatan Grogol Pertamburan, Jakarta Barat.
Bahkan, 1 tempat untuk BAB atau jamban, harus dipakai bergilir beberapa orang di perkampungan itu.
Ketua RT 015 Sitanggang membenarkan bila warganya masih ada yang menggunakan satu WC untuk beramai-ramai dan buang BAB langsung ke kali. Sitanggang menyebutnya "sistem helikopter".
"Memiliki jamban cuma sistemnya sistem helikopter dalam arti mereka punya kamar mandi tapi pembuangan ke kali saluran air langsung," ujar Sitanggang saat di temui di kediamannya, Kamis (3/10/2019).
Baca juga: Kisah Warga Kampung Bengek yang Terkepung Lautan Sampah di Teluk Jakarta
Menurut Sitanggang, warga di dalam RT 015 ada 150 Kepala Keluarga, dan yang tidak memiliki jamban sebanyak 20-30 KK.
"Di sini saja warga 150an jadi yang enggak punya jamban ada 20-30 di pinggir kali cuma pembuangannya di alirkan kekali mungkin," tambah Sitanggang.
Buruknya lagi, di lokasi pemukiman ini juga tak ada lagi lahan yang bisa dibangun untuk mendirikan WC bersama yang lebih luas.
"Memang itu sudah direncanakan dari kita waktu itu sudah ada di sini penataan kampung cuma yang kita kendalakan begini kalau umpamanya kita buatkan tempatnya di mana? Kalau dibuatkan untuk pembuatan dari mana? Kalau sudah jadi kelanjutan butuh penyedotan dari mana? Perawatannya. Tahu sendiri ini kan tidak ada tempatnya mau taruh di mana," tambah Sitanggang.
Baca juga: Sulitnya Akses Menuju Kampung Bengek, Lautan Sampah Terpencil yang Tak Muncul di Peta
Pantuan Kompas.com saat menyusuri gang Sekretaris di RT 015 pada pukul 17. 29 WIB, memang kondisi kali yang ada di sisi sepanjang gang itu berwarna hitam. Beberapa pipa yang berada di pinggir kali sepertinya langsung berasal dari rumah salah seorang warga.
Pipa-pipa itu mengalirkan air dari rumah-rumah langsung ke kali.
Sementara lebar kali yang tidak lebih dari 3 meter membuat air mengalir dengan lambat dan menyebabkan bau tidak sedap tercium.
Baca juga: Sulitnya Akses Menuju Kampung Bengek, Lautan Sampah Terpencil yang Tak Muncul di Peta
Padahal, jarak kali dan rumah warga dekat sekali. Warga pun terbiasa makan di sekitar kali yang berhadapan dengan kali di gang sekretaris.
Melihat fenomena ini, Sitanggang berharap pemerintah segera turun tangan, karena selain masalah kesehatan toilet, saluran pembuangan sangat diperlukan agar tidak mencemari lingkungan.
"Jadi segala sesuatu saya minta jelas, apalagi tempat di mana mungkin kalau dari pemeritnah selalu sudah jadi perawatan. Tetapi harus memikirkan jangan jangka pendek namun juga jangka panjang," kata Sitanggang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.