JAKARTA, KOMPAS.com - Dua tahun memimpin Ibu Kota, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim bahwa terjadi peningkatan signifikan dalam hal okupansi angkutan massal sejak 2017.
Anies memaparkan, jumlah penumpang Transjakarta naik hampir 2 kali lipat hingga angka 640 ribu penumpang per hari. Jumlah armada pun bertambah, dari 2.380 unit pada 2017 menjadi 3.548 unit pada 2019.
Kemudian, jumlah rata-rata penumpang MRT Jakarta mencapai 94.824 orang per hari pada Juli 2019. Sementara uji coba LRT Jakarta telah melayani 798.000 penumpang dalam jangka waktu 11 Juni hingga 13 Oktober 2019.
Jakarta juga sempat diganjar penghargaan dalam ajang Sustainable Transport Award (STA) 2020, Juni 2019 lalu, sebagai salah satu kota paling inovatif dalam terobosan transportasi.
Baca juga: Dua Tahun Pimpin Jakarta, Anies Dinilai Minim Gebrakan Atasi Polusi Seperti Pendahulunya
Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad "Puput" Safrudin mengapresiasi capaian itu. Namun, menurutnya, hal ini tak serta-merta mengendalikan pencemaran udara di Jakarta.
"Kita hargai lah, memang ada tren peningkatan pengguna angkutan umum. Memang sudah memadai pengembangan angkutan umumnya. Tapi, Ini tatarannya masih tataran belajar. Efek (menekan) pencemaran udara, belum," ujar Puput melalui telepon kepada Kompas.com, Rabu (16/10/2019) malam.
"Belajar kan gini, riilnya nanti di perkotaan itu orang kalau jarak dekat itu jalan kaki. Jarak 10 km dia akan bersepeda. Jarak jauh dia pakai angkutan massal," tambahnya.
Puput menengarai, tren kenaikan penumpang angkutan massal bukan disumbang dari eks pengguna kendaraan pribadi. Pasalnya, kemacetan dirasa tak mereda.
Baca juga: Anies Dinilai Lebih Berkomitmen Kendalikan Polusi daripada Ahok, tetapi...
"Penumpang angkutan massal naik, tapi kenapa kemacetan belum reda? Itu artinya, yang bergeser menggunakam angkutan massal bukan kendaraan pribadi, tapi dulunya Kopaja lalu ganti MRT, dulu Metromini jadi Transjakarta, dulu APTB jadi pakai KRL. Itu kan enggak efektif, harusnya (pengguna) sepeda motor sama mobil yang bergeser," kata dia.
Puput mengungkapkan, tak menurunnya polusi udara Jakarta juga disumbang oleh masifnya pengguna sepeda motor di Ibu Kota. Padahal, menurut riset KPBB yang rilis Agustus 2019 lalu, sepeda motor menyumbang 44,5 persen polusi udara Jakarta, tertinggi di antara moda transportasi lain.
Namun, penggunaan sepeda motor tak dibatasi oleh Pemprov DKI Jakarta, seperti dalam kebijakan perluasan ganjil-genap di 25 ruas jalan protokol. Praktis, tipis kemungkinan pengguna sepeda motor beralih ke angkutan massal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.