JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan Kementerian Ketenagakerjaan dan buruh pengunjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (31/10/2019), tak menghasilkan kesepakatan apa pun.
Pasalnya, pada pertemuan yang terjadi sekitar pukul 13.30 WIB tersebut, pihak buruh terlanjur emosi karena menunggu Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani.
Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan dari pihak Kemnaker.
"Kami merasa dilecehkan dengan Ibu datang terlambat, jadi kami mohon pamit," kata salah satu perwakilan buruh Edi Guntoro usai menyampaikan aspirasinya, seperti dikutip Antara.
Adapun aspirasi yang disampaikan oleh buruh, mereka meminta PP 78/2015 tentang Pengupahan dibatalkan dan mereka menolak revisi UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Demo, Kelompok Buruh Ingin Bertemu Menteri Ida Fauziah Bahas Kenaikan Upah
Bagi buruh, dengan PP No.78/2015 telah membuat kenaikan upah minimum yang berdasarkan inflasi 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Mereka menilai, harusnya kenaikan UMP sebesar 15 persen. Buruh mengklaim angka itu didapat dari survei ke lapangan berdasarkan 78 item kebutuhan hidup layak.
Di kesempatan itu, buruh juga menyampaikan kekecewaannya karena tak bisa bertemu langsung dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Mereka juga menyampaikan kepada pihak Kemnaker agar menolak investasi selama investasi itu memberikan upah kecil bagi buruh.
Baca juga: Buruh Demo, Tuntut Anies Tetapkan UMP 2020 Rp 4,6 Juta
Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani saat dikonfirmasi mengatakan, sudah menunggu para buruh.
Namun mereka tak kunjung datang dan akhirnya dia melakukan aktifitas lain seperti shalat sembari menunggu para buruh.
Dia mengatakan, pertemuan itu harusnya menjadi ajang dialog untuk menyampaikan aspirasi buruh, namun buruh tak mau mendengarkan pihak Kemnaker.
Baca juga: KSPI Nilai Pengusaha Mampu Berikan UMP Rp 4,2 juta
Mengenai PP No.78/2015, Dinar mengatakan, Kemnaker sudah menerima perintah dari Presiden Joko Widodo untuk segera merevisinya.
Saat ini pihaknya sedang mengumpulkan suara-suara dari berbagai pihak untuk revisi peraturan tersebut.
Terkait revisi UU Ketenagakerjaan, menurut dia, tidak ada yang perlu ditolak karena hingga saat ini Kementerian Ketenagakerjaan bahkan belum punya draft untuk revisi UU tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.