JAKARTA, KOMPAS.com — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta disebut defisit, salah satunya oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
DKI Jakarta dinilai mengalami defisit anggaran di antaranya dari segi pendapatan pajak.
PSI memperkirakan bahwa berdasarkan target pajak yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2019 sebesar Rp 44,54 triliun, sedangkan realisasinya diperkirakan hanya Rp 40,2 triliun atau defisit Rp 4,43 triliun.
Baca juga: Fraksi PSI: RAPBD DKI 2020 Berpotensi Defisit Rp 10,7 Triliun
Nanti jika pada APBD 2020 Pemprov DKI Jakarta menargetkan pendapatan pajak sebesar Rp 49,5 triliun, realisasi pajaknya diperkirakan hanya mencapai Rp 43,7 triliun.
"Jika prediksi kami ini benar, tahun 2020 akan ada defisit pendapatan pajak sebesar Rp 5,8 triliun," tutur Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad saat konferensi pers di ruang Fraksi PSI, lantai 4, Gedung DPRD DKI, Rabu (13/11/2019).
Bantahan Pemprov DKI
Jika dinilai berdasarkan pendapatan pajak pada tahun 2019, Kepala Humas Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Hayatina mengatakan bahwa seharusnya pendapatan pajak tak dinilai saat ini.
Pendapatan pajak mulai dihitung jika tahun 2019 sudah berakhir dan akan dihitung pendapatan pajak secara keseluruhan.
"Kan ini masih bulan November. Kalau mau bicara pendapatan, ya seharusnya ketika sudah sampai tutup tahun," ujar Hayatina saat dihubungi.
Baca juga: APBD DKI 2019 Diprediksi Defisit Rp 6,39 Triliun
Ia membantah bahwa tidak tercapainya target pajak tersebut merupakan defisit.
"Itu bukan defisit, hanya target yang tidak tercapai," kata dia.
Apa itu defisit?
Pernyataan Hayatina ini memang ada benarnya. Defisit tidak serta-merta karena target pajak tidak tercapai.
Dikutip dari laman resmi dpjk.kemenkeu.go.id, pengertian defisit APBD merupakan selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah pada tahun anggaran yang sama.
Defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja.