TANGERANG, KOMPAS.com - Penjual obat-obatan keras yang disegel oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai berkamuflase sebagai toko Kosmetik.
Kepala BPOM pusat, Penny Lukito menjelaskan, modus pelaku menjual obat-obatan keras tersamarkan dengan tampilan toko sebagai penjual alat-alat kosmetik saja.
"Modusnya adalah menjual obat-obatan tertentu yang sering disalahgunakan secara terselubung dengan kamuflase sebagai toko kosmetik," ujar Penny saat konferensi pers di Kawasan Mall Bandara City, Tangerang, Selasa (3/12/2019).
Penny juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar membeli tidak membali obat-obatan di toko kosmetik yang tak terpercaya.
Hal tersebut, lanjut dia, bisa membahayakan karena toko kosmetik bukanlah apotek yang legal mendistribusikan obat-obatan.
"(Membeli) obat keras harus di apotek, toko kosmetik tidak ada izin," kata dia.
Kepala BPOM ini juga meminta agar masyarakat membiasakan untuk membeli obat keras sesuai dengan petunjuk dokter dan dibeli di tempat resmi.
Jika tidak, lanjut Penny, ada konsekuensi hukum yang berlaku tidak hanya bagi pengedar, tapi juga pengguna obat-obatan keras.
Tindakan distribusi ilegal obat-obatan keras bisa dikenakan Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan hukuman maksimal penjara 15 tahun.
"Dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," kata dia.
Sedangkan pengguna bisa dijerat dengan penyalahgunaan obat-obatan denganpasal 198 Undang-undang No. 36 tahun 2009 yang tertulis; Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.