JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Inisatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) menggugat sejumlah pihak yang bertanggung pada pencemaran udara di wilayah Jakarta.
Tergugat dalam hal itu adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, serta Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Pembacaan gugatan Gerakan Ibu Kota kepada pemerintah dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Gugatan ini dilaksanakan usai melalukan sekurangnya 5 mediasi yang berujung ketidasepakatan.
Berikut rangkuman dari gugatan Gerakan Ibukota terhadap pemerintah terkait pencemaran udara.
Baca juga: Gerakan Ibukota Gugat Pemerintah Perihal Udara Buruk di Jakarta
Kuasa hukum Gerakan Ibu Kota Matthew Lenggu mengatakan, pihak tergugat telah mengetahui kondisi udara di Jakarta tercemar.
Namun, para tergugat dianggap tidak melakukan apa-apa.
Tercemarnya udara diperparah dengan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan pemerintah.
"Para tergugat mengetahui bahwa kualitas udara Jakarta semakin tercemar dan menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan masyarakat DKI Jakarta. Namun, para tergugat tidak melakukan pengawasan maupun penegakan hukum secara maksimal," kata Matthew saat membacakan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
"Oleh karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh para tergugat, khususnya tergugat V (DKI) kualitas udara di DKI Jakarta semakin memburuk dan mengakibatkan kualitas hidup masyarakat menurun," tambah Matthew.
Dalam gugatannya, Gerakan Ibu Kota menyebut ada lima perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Gubernur Anies Baswedan.
Perbuatan pertama, tidak melakukan penegakan hukum terkait uji emisi kendaraan bermotor dan emisi dari sumber tidak bergerak.
Baca juga: Sidang Lanjutan Gugatan Pencemaran Udara Dilanjut Awal Tahun 2020
"Kedua tidak menyediakan Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SKPU) dalam jumlah yang memadai untuk memantau kualitas udara di DKI Jakarta," ucap Kuasa Hukum Gerakan Ibukota Nelson, di PN Jakpus, Rabu.
Seperti diketahui Jakarta, sudah memiliki 14 (empat belas) pemantauan kualitas udara, tetapi yang berfungsi secara otomatis hanya lima stasiun pemantauan, sisanya berjalan secara manual.
Perbuatan melanggar hukum ketiga tidak melaksanakan kewajiban hukumnya untuk melakukan inventarisasi emisi.