JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Syarif menanggapi gugatan Michael, mahasiswa hukum Universitas Taruma Negara terkait proses pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang lama.
Syarif menilai gugatan yang diajukan Michael belum memiliki kontruksi hukum yang kuat.
Sebab, dalam undang-undang yang digugat Michael, pemilahan umum itu dilakukan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur (wagub), bukan terpisah.
"Kontruksi hukum belum kuat. Coba perhatikan kalau betul tuntutannya agar pemilihan wakil dilakukan langsung. Padahal yang dimohonkan pemilihan wagub yang masa jabatannya karena mundur dan tidak terisi," ujar Syarif saat dihubungi wartawan, Sabtu (18/1/2020)
Baca juga: Pemilihan Wakil Gubernur DKI Lama, Mahasiswa Hukum Untar Gugat ke MK
"Jadi bukan karena hasil pemilu, kan pemilihan sekarang satu paket gubernur dan wakil gubernur tidak satu-satu," lanjut dia.
Syarif menjelaskan, ketika seorang gubernur maupun wakil gubernur mengundurkan diri salah satunya, maka memang tugas partai pengusunglah yang mencari kembali jabatan kosong itu.
Bahkan hal ini juga sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
"Jadi ketika sepasang gubernur dan wagub sudah terpilih, lalu salah satunya mengundurkan diri, maka menjadi hak partai pengusung untuk memilih jabatan kosong itu. Dalam kontruksi hukumnya kalau dilakukan pemilihan langsung gak mungkin berarti harus satu paket masa cuman wakil gubernur saja yang dipilih," kata Syarif.
Syarif juga menilai gugatan itu tidak relevan dengan apa yang dituntut.
Baca juga: Upaya PKS Rebut Kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta...
Sebab, menurut dia, lamanya proses pemilihan wagub bukan masalah hukum, namun masalah politik.
"Menurut saya itu problem politik, memang ada problem kontitusionalnya, tapi bukan soal itu. Itu kan karena dipilih di DPRD dengan tahap-tahap, maka dianggap memakan waktu. Tapi jika dilakukan pemilihan langsung, kontruksinya tidak tepat lagi, tidak nyambung," ucap Syarif.
Lagipula, lanjut Syarif, proses yang lama untuk memilih salah satu pejabat kosong itu merupakan hal biasa.
Sehingga menurutnya, gugatan Michael itu tidak akan dikabulkan oleh MK.
"Menurut saya tidak punya relevansi dengan problem yang ditutut, kan ini proses politik. Memang UU itu mengatur pemilihan kerugian dalam perspektif hukum kuantitatif, biasanya tidak bisa diuji," tutur Syarif.
Diketahui, Michael mengajukan gugatan pasal 176 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pegawai Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Ketua DPRD: Januari, Saya Pastikan Ada Wakil Gubernur DKI
Hal ini lantaran menurut Michael, Pemilihan Wakil Gubernur DKI memakan waktu yang lama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.