JAKARTA, KOMPAS.com - Masker ilegal yang diproduksi oleh perusahaan ilegal di daerah Jalan Raya Cakung Cilincing, Cilincing, Jakarta Utara didistribusikan ke rumah sakit di wilayah Jakarta.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, masker ilegal itu juga dipasarkan ke sejumlah toko.
Kendati demikian, polisi masih mendata lokasi toko dan rumah sakit yang menerima penjualan masker ilegal tersebut.
"Ini (masker ilegal) didistribusikan ke beberapa tempat-tempat penjualan masker yang ada karena memang masker ini sangat dibutuhkan sekarang, kosong di pasaran," kata Yusri di daerah Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (28/2/2020).
Baca juga: Masker Ilegal di Cakung Tak Dilengkapi Lapisan Antivirus
"Bahkan ada yang ke rumah sakit, makanya kita masih datakan semuanya dia distribusikan ke mana," lanjut dia.
Padahal, menurut Yusri, masker ilegal itu juga tak memiliki izin edar atau produksi dari Kementerian Kesehatan RI.
Dalam sehari, perusahaan makser ilegal itu bisa memproduksi sekitar 17 kardus yang berisi 50 boks masker. Kemudian, mereka menjual satu boks masker seharga Rp 230.000.
Baca juga: Manfaatkan Isu Corona, Produsen Masker Ilegal di Cakung Cilincing Gunakan Mesin dari China
"Hasil penelitian awal bahwa masker ini memang palsu, tidak ada standar nasional indonesia atau SNI," ungkap Yusri.
Seperti diketahui, Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya menggerebek gudang penimbunan dan produksi masker ilegal di pergudangan Central Cakung Blok i nomor 11, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (27/2/2020).
Gudang penimbunan dan produksi masker itu merupakan milik PT Uno Mitra Persada sebagai perusahaan pemasaran, sementara PT Unotec Mega Persada sebagai perusahaan produksi masker.
Saat digerebek, polisi mengamankan 10 orang, masing-masing berinisial YRH ,EE, F, DK, SL, SF, ER, D, S dan, LF. Sementara itu, polisi masih memburu pemilik gudang yang juga beperan sebagai pimpinan perusahaan produsen masker.
Berdasarkan pengakuan 10 karyawan perusahaan masker ilegal itu, mereka telah beroperasi sejak Januari 2020.
Atas perbuatannya, para tersangka terancam dijerat Undang-Undang Kesehatan dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan atau pidana denda maksimal Rp 50 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.