SETELAH tiga minggu melaksanakan instruksi pemerintah untuk kerja di rumah, pagi kemarin Selasa 14 April 2020, saya terpaksa harus keluar rumah menyelesaikan salah satu kewajiban administrasi sebagai warga negara yang tidak dapat dilakukan dari rumah.
Dalam bayangan saya, setelah berhari-hari mengikuti perkembangan hanya dari televisi dan beberapa WAG di media online, kota Jakarta akan terlihat sepi seperti hari-hari menjelang Lebaran tiba.
Realitanya cukup mengejutkan karena Jakarta tetap ramai, walau tidak sepadat hari kerja biasa tetapi lalulintas tetap ramai.
Pemandangan penunggang motor berboncengan tanpa helm apalagi masker tetap saja masih terlihat walau tidak begitu banyak. Lebih banyak yang tidak berboncengan dan menaati aturan mengenakan helm dan masker.
Toko-toko memang tutup. Beberapa perkantoran terlihat tetap buka seperti biasa namun memang relatif agak sepi.
Intinya adalah belum seluruh warga tampak berpartipasi aktif dalam mematuhi ketentuan Pembatasaan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dicanangkan belakangan ini.
Ada dua hal penting dalam menghadapi masa kedaruratan seperti yang kita hadapi sekarang ini, yaitu kesadaran masyarakat terhadap situasi darurat dan rentang komando pengendalian dari pihak penguasa.
Mengantisipasi kemungkinan menghadapi masa kedaruratan yang dikenal secara terbatas sebagai Renkon atau rencana kontingensi memang kurang dikenal luas.
Masyarakat umum kurang mengenal dengan baik siklus atau mekanisme dari apa yang disebut rencana kontingensi.
Harus diakui pula bahwa sosialisasi dari Renkon memang masih kurang atau bahkan belum banyak dilakukan.
Mengikuti pemberitaan selama tiga minggu terakhir dan melihat realita di lapangan, maka dapat dikatakan masih ada kesenjangan yang cukup lebar antara pemegang kendali pemerintahan dengan masyarakat luas yang begiat sehari-hari.