Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi UI Dorong Pemerintah Perjelas Aturan Penanganan Covid-19 agar Tidak Rancu

Kompas.com - 05/05/2020, 12:25 WIB
Vitorio Mantalean,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Para dosen dan peneliti Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Tim Perumus Policy Brief Kajian Regulasi merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

Rumusan kebijakan itu terdiri dari 5 rekomendasi. Salah satu rekomendasi yang paling disorot adalah soal kejelasan tata kelola kelembagaan pemerintah serta kejelasan aturan.

"Pemerintah perlu membangun tata kelembagaan dengan memperkuat produk-produk hukum agar tidak saling tumpang-tindih dan solutif bercirikan birokrasi administrasi yang ringkas," tulis tim peneliti UI dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (5/5/2020).

Baca juga: Rencana Pemprov DKI Batasi Warga yang Masuk Jakarta Usai Lebaran...

Tim peneliti UI menganggap bahwa dalam situasi darurat, aturan hukum yang dibuat seharusnya telah dirumuskan secara efektif, rinci, dan aplikatif (mampu diterapkan) sebagai landasan kebijakan.

Kejelasan aturan juga penting guna menghindari penyalahgunaan penafsiran dan ambiguitas penggunaannya.

"Adanya kejelasan ini akan menghindari berbagai kerancuan di tengah masyarakat, maupun pemangku kepentingan dalam mengambil tindak lanjut," kata tim peneliti UI.

"Tidak adanya kebijakan yang tegas dan terarah membuat pelaksana teknis berpotensi melakukan malaadministrasi dan dianggap merugikan keuangan negara," tulis mereka lebih jauh.

Tim peneliti UI kemudian melampirkan sejumlah contoh yang menggambarkan fenomena ini, mulai dari aturan soal larangan mudik, larangan ojek online, hingga risiko penyelewengan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia, beberapa aturan yang diterbitkan pemerintah guna merespons pandemi beberapa kali menuai kritik.

Di level kementerian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan sempat menerbitkan aturan yang kontradiktif soal operasional ojek online semasa PSBB.

Peristiwa sejenis juga sempat terjadi, ketika beberapa sektor bisnis yang menurut Kementerian Kesehatan seharusnya meliburkan pekerja dari aktivitas di kantor/pabrik selama PSBB, rupanya dapat beroperasi karena mengantongi rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Baca juga: Ini Sebaran 11.587 Kasus Covid-19 Indonesia, Jakarta Ada 4.539

Di tingkat daerah, semisal di Depok, Jawa Barat, PSBB juga menuai kritik karena aturan soal PSBB tak memuat pasal mengenai sanksi hukum bagi para pelanggar.

Sebagai informasi, kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu meskipun beberapa daerah telah menerapkan PSBB.

Data terbaru per Senin (4/5/2020), pemerintah mengonfirmasi sebanyak 11.587 pasien positif Covid-19 di Indonesia, 1.954 di antaranya dinyatakan sembuh dan 864 lainnya meninggal dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com