Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pencabulan Anak oleh Pengurus Gereja di Depok: Korban Diancam jika Tak Nurut

Kompas.com - 15/06/2020, 20:32 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Kasus dugaan pencabulan terhadap anak-anak oleh salah satu pengurus gereja di Depok, Jawa Barat terungkap.

Pelaku berinisial SPM (42) telah ditangkap polisi pada Minggu (14/6/2020) kemarin.

Pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan mengatakan bahwa dalam melancarkan aksinya, SPM kerap kali melontarkan tipu daya dan ancaman kepada anak-anak itu.

Para korban ialah anak-anak yang terlibat aktif dalam salah satu kegiatan di gereja, sementara SPM bertahun-tahun bertindak sebagai pembina kegiatan tersebut.

Baca juga: Korban Pencabulan Seorang Pengurus Gereja di Depok Diduga Lebih dari Satu Anak

"Kalau menolak permintaannya si pelaku, mereka diancam, dibilang, 'kamu tidak akan dapat tugas lagi'," ungkap Tigor ketika dihubungi Kompas.com, Senin (15/6/2020).

"Ada juga yang kemudian keluar dan tidak aktif sejak kejadian itu. Mereka trauma. Mereka takut. Ada juga yang, misalnya, anak-anak itu menolak diberhentikan sama si pelaku, jadi enggak dikasih tugas lagi," imbuh dia.

Kasus ini baru menyeruak ke permukaan sejak Maret 2020 lalu, pengurus lain mencium gelagat tak beres pada SPM.

Hasil penelusuran sementara oleh tim investigasi internal gereja, kasus pencabulan ini total telah diakui oleh setidaknya 11 anak (kemungkinan masih akan bertambah) dengan kasus paling lama terlacak pada 2006 silam.

Setelah membentuk tim investigasi internal, para pengurus gereja mengundang orangtua anak-anak yang tergabung dalam kegiatan gereja tadi, meminta mereka menanyakan putra-putri mereka jika pernah jadi korban pencabulan.

Baca juga: Cabuli Anak-anak, Pengurus Tempat Ibadah di Depok Ditangkap Polisi

Pengakuan oleh anak-anak itu pun bermunculan. Dua orang orangtua korban bersama pihak gereja sepakat melaporkan SPM ke polisi.

Menurut Tigor, terdapat sejumlah dimensi yang membuat kasus ini baru terendus setelah terjadi sekian lama dan menghantui belasan atau bahkan puluhan anak-anak lain sejak dulu.

"Saya melihat ini ada situasi di mana korban tidak tahu bahwa dirinya sedang dilecehkan karena mereka masih anak-anak, paling kecil 11 tahun," kata Tigor.

"Ketika saya mengobrol dengan orangtuanya, juga orangtuanya kadang tidak ngeh, tidak tahu. Anak-anaknya juga tidak menceritakan ke orangtuanya."

"Kemudian kalau mereka tahu, ada juga orangtua yang takut dan malu," lanjut dia.

Baca juga: Wali Kota Depok: Pengajian, Halalbihalal, hingga Wisuda Masih Dilarang

Perihal paksaan ini juga dibenarkan oleh Kapolres Metro Depok, Kombes Azis Andriansyah.

Ia berujar, SPM kini ditahan polisi dan terancam dijerat Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Sedikit ancaman memang ada, tapi tidak sampai ancaman kekerasan," kata dia kepada wartawan, Senin.

"Jadi, korban diundang dan diminta melakukan hal yang tak pantas. Dia ini pura-pura mengajak korbannya berbenah perkakas, tapi justru malah dilakukan pencabulan," tambah Azis, soal modus SPM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com