BEKASI, KOMPAS.com - Pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap di sejumlah jalan di Jakarta mulai diterapkan sejak Senin kemarin.
Sistem ganjil genap kembali diterapkan sebagai langkah Pemprov DKI mengurangi pergerakan warga di Jakarta pada masa pandemi Covid-19 ini.
Kepolisian masih melakukan sosialisasi aturan ganjil genap hingga Rabu besok. Pelanggar hanya diberi sanksi teguran.
Mulai Kamis lusa, penindakan berupa penilangan akan dilakukan bagi pengendara mobil yang melanggar.
Penerapan aturan itu mendapat berbagai respons dari masyarakat.
Baca juga: Ganjil Genap di Jakarta Dikritik: Tak Bisa Batasi Pergerakan Warga hingga Khawatir Klaster Baru
Mita Diah (24), warga Bintara yang bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta Timur mengaku aturan itu membuatnya harus naik taksi online ke kantor ketika mobilnya tidak bisa melintasi area yang menerapkan ganjil genap.
Dengan taksi online, ia harus mengeluarkan Rp 150.000 sekali perjalanan.
“Kemarin pelat mobil tak sesuai. Saya naik taksi online Rp 150.000 pergi doang. Nah pulangnya saya nebeng mobil teman,” kata Mita kepada Kompas.com, Selasa (4/8/2020).
Ia berhitung, pengeluaran bulannya bakal membengkak jika cara seperti itu terus dilakukannya.
“Bayangkan saja, saya harus keluarin uang Rp 150.000 dikali 15 hari naik taksi online. Padahal kalau saya naik mobil setiap hari cuma habis buat E-toll aja Rp 1 jutaan,” ujar dia.
Mita mengaku memilih beralih naik taksi online pada hari-hari tertentu lantaran masih khawatir naik kendaraan umum di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Ganjil Genap di Jakarta Mulai Diterapkan, Simak Fakta Lengkapnya
Ia juga khawatir telat ke kantor jika naik transportasi umum. Pasalnya, antrean relatif panjang jika hendak menggunakan KRL karena pembatasan jumlah penumpang.
Padahal, Mita setiap harus sampai ke kantor pukul 08.00 WIB.
“Sedih banget sih uang minim tetapi terpaksa naik taksi online. Naik ojek online masih takut saya. Naik kendaraan umum kan ramai, pakai kendaraan pribadi makanya supaya tidak terpapar. Eh ini malah ganjil genap, boros banget jadinya,” ucap Mita.
Mita meminta Pemerintah untuk mencari solusi untuk para pekerja di Jakarta. Sebab dari kantornya tidak menyiapkan bus antar jemput.