DEPOK, KOMPAS.com – Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengungkapkan adanya dugaan penyelewengan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Depok pada tahun ini.
Dugaan ini awalnya terendus dari sedikitnya 20 laporan masyarakat terhadap Ombudsman mengenai penyelenggaraan PPDB tingkat SMA di Depok.
“Rata-rata semuanya mengadukan mengenai tidak diterimanya calon peserta didik pada seluruh tahapan PPDB (zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua),” ujar Teguh melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (7/8/2020).
Baca juga: Depok Masuk Zona Merah Covid-19 Nasional, Pemkot: Kami Tak Bisa Batasi Aktivitas Warga
“Untuk laporan masyarakat tersebut, kami sudah membuat Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan menyatakan tidak ada maladministrasi dalam penyelenggaraan PPDB pada tahapan online, tetapi permasalahan justru muncul ketika tahapan offline, di mana disinyalir banyak titipan yang masuk pada tahapan ini,” tambahnya.
Teguh berujar, beberapa SMA dan SMK di Kota Depok ternyata melakukan “optimalisasi” dengan menambah jumlah kapasitas kelas (rombongan belajar) dari 36 siswa ke jumlah optimum 40 siswa setelah PPDB online berakhir.
Langkah tersebut diambil oleh kepala sekolah yang merasa tidak kuat menghadapi tekanan dari beberapa oknum kelompok masyarakat, pewarta, hingga pejabat pemerintahan yang ingin menitipkan sejumlah calon murid baru masuk ke sekolah itu.
Dalam hal ini, lanjutnya, Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat selaku pihak yang bertanggung jawab mengurusi PPDB tingkat SMA/SMK harusnya intervensi, seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Baca juga: Depok Zona Merah Covid-19 Nasional, Pemkot: 60 Persen Warga Bergerak ke Luar Kota
Pasalnya, sesuai Pasal 27 Ayat (6) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019, dalam pelaksanaan PPDB, sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh menambah jumlah rombongan belajar jika rombongan belajar yang ada telah memenuhi atau melebihi ketentuan.
“Seharusnya Disdik Jabar di dalam juknisnya dapat menyatakan bahwa peserta didik PPDB 2020 di Jawa Barat adalah calon peserta didik yang lolos seleksi online, titik, tanpa koma, apalagi kalimat sambung yang menyatakan bahwa ‘penentuan akhir peserta didik yang diterima (menjadi) sepenuhnya kewenangan sekolah” ucap Teguh.
“Di Jakarta, semua tanggung jawab ada di Disdik, dan semua penilaian sepenuhnya oleh sistem tanpa campur tangan manusia, hal tersebut mengurangi potensi terjadinya perubahan data apalagi jual beli kursi,” paparnya.
Baca juga: Pasien Covid-19 Melonjak di Depok, Terbanyak dari Cimanggis
Teguh menambahkan, penambahan siswa baru melalui jalur PPDB offline yang tidak jelas panduannya mendorong potensi terjadinya jual beli kursi dan hal tersebut harus diproses hukum.
Ia menilai, insiden dalam PPDB Depok 2020 ini harus jadi momentum untuk berbenah Disdik Jawa Barat.
“Adanya PPDB offline menunjukan buruknya pengawasan Inspektorat Jabar, dan andai mereka merestui PPDB offline ini, maka semua dampak akibatnya juga seharusnya dilakukan oleh Disdik Jabar, seperti bantuan pendampingan kepada para kepala sekolah yang mendapat tekanan dari berbagai pihak agar meloloskan calon peserta didik titipan dan dugaan jual beli kursi,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.