JAKARTA, KOMPAS.com - “Saya jualan bendera dari umur 10 tahun,” demikian Surjana (72), penjual bendera Merah Putih asal Desa Bojongwetan, Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat mengawali kisahnya.
Surjana mengaku tak bosan kala sebagian hidupnya didedikasikan untuk berdagang. Ilmu berdagang, ia dapatkan dari orangtuanya.
“Dari orangtua kami jualan, emang ciri khas begitu,” ujar Surjana.
Ia berkisah, sejak umur 10 tahun ia diajak orangtuanya merantau ke berjualan bendera Merah Putih di Manggarai, Jakarta.
Baca juga: Warga Jamblang dan Penjualan Bendera Musiman di Jakarta
Surjana saat itu tak mengenyam bangku sekolah.
“Dulu pikir kan enggak sekolah, cari uang saja,” ujarnya.
Sore itu, Surjana duduk termenung di pinggir Jalan Raya Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta. Ia membereskan dagangan di gerobaknya.
Surjana bercelana hitam, berkemeja krem agak kebesaran, bertopi hitam, bersendal jepit, dan tas sling bag melingkar di badannya.
Topi bertuliskan, “Bawaslu Kabupaten Cirebon”.
Mobil dan motor lalu lalang di depannya tetapi hanya beberapa orang yang mampir menanyakan bendera Merah Putih.
“Namanya jualan, suka dukanya sepi dan ramainya,” kata Surjana saat menghadapi kenyataan turunnya omzet penjualan bendera di tengah pandemi Covid-19.
Surjana merupakan satu dari ratusan orang dari Kecamatan Jamblang yang mengadu nasib sebagai pedagang musiman di Jakarta.
Baca juga: Jelang 17 Agustus, Pedagang Bendera Merah Putih Gelar Lapak di Pasar Minggu
Pada waktu-waktu tertentu seperti Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Raya Idul Fitri, Surjana dan para warga Jamblang datang ke Jakarta untuk berjualan.
Ada usia yang sepantaran, ada juga yang lebih muda dari Surjana. Warga Jamblang kemudian mengisi sudut-sudut Kota Jakarta.
“Di Jamblang tuh, musim kayak sekarang, sepi anak muda. Anak muda pada merantau semua," kata Surjana.