JAKARTA, KOMPAS.com - Angka perceraian di Jakarta Timur sempat mencapai 900 kasus pada Juni 2020 lalu, atau pada saat pandemi Covid-19.
Masalah perekonomian diduga jadi penyebab utama berpisahnya ratusan pasutri.
Namun, pada Juli dan Agustus angka perceraian berangsur normal, yakni sekira 500 kasus per bulan.
Baca juga: Selama Pandemi Covid-19, Kasus Perceraian di Jakarta Timur Mencapai 900
"Sudah turun sedikit sih di bulan Juli 700, bulan Agustus itu 550," kata Hakim sekaligus Humas Pengadilan Agama Jakarta Timur Istiana saat dikonfirmasi, Kamis (3/9/2020).
Menurut dia, angka perceraian mulai turun lantaran pemerintah sudah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang melonggarkan kegiatan masyarakat sehingga roda perekonomian bergerak.
Hasilnya, pasutri yang semula mengalami paceklik perekonomian, kini mulai mendapatkan penghasilannya kembali.
"Karena dibuka lagi perusahaan, perkantoran. Yang tadinya dirumahkan sudah kembali kerja. Yang orang dagang di pasar tadinya enggak dapat pelanggan sama sekali sekarang kan jadi dapat," kata dia Istiani.
Baca juga: Selama Pandemi Banyak Pasutri Muda Bercerai, Ini Penyebabnya
Dia memperkirakan, pada September dan seterusnya kasus perceraian akan kembali ke jumlah normal, yakni sekira 500 kasus per bulan.
Sebelumnya, 900 angka perceraian tersebut terdiri dari pasutri yang usia pernikahannya baru seumur jagung. Rata-rata usia pernikahan mereka diketahui baru dua sampai lima tahun.
"Kata psikolog tujuh tahun perkawinan awal masa adaptasi. Kalau itu berhasil, berarti di tujuh tahun ke-2 (memasuki 14 tahun) itu sukses," terang dia.
Penyebab perceraiannya pun mayoritas sama yakni karena masalah ekonomi. Banyak istri yang mengeluhkan minimnya pendapatan suami setelah jadi korban PHK pada masa pandemi Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.