DEPOK, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Depok Mohammad Idris sedang menggodok wacana konversi peraturan soal pelanggaran PSBB menjadi peraturan daerah (perda) yang disahkan legislatif.
Selama ini, peraturan soal pelanggaran PSBB di Depok diatur dalam peraturan wali kota (perwal).
"Jangan pakai yang konvensional, tapi mengonversi perwal yang (berisi) sanksi (pelanggaran PSBB) itu menjadi peraturan daerah," ujar Ridwan Kamil dalam lawatannya ke Depok, Selasa (15/9/2020).
Baca juga: Wali Kota Depok: Belum Ada Hotel yang Mau Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19
"Kalau sudah ada perda, maka (pelanggaran PSBB) bisa menjadi tipiring (tindak pidana ringan). Di jalan bisa ada hakim memberikan sanksi. Kalau hanya perwal, maka hanya Satpol PP yang di depan. Kalau jadi perda, bisa polisi dan TNI," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Emil itu beranggapan, hal ini menjadi tugas politik bagi pemerintah untuk segera melobi legislatif, dalam upaya mengonversi perwal soal pelanggaran PSBB menjadi perda.
Wali kota Idris mengaku juga telah menerima arahan serupa dari Kementerian Dalam Negeri.
"Kami baru dapat arahan dari Kemendagri, dalam kondisi begini bisa kita ajukan ke DPRD untuk (perda) penyelenggaraan kesehatan," kata Idris, Selasa.
"Sehingga sanksi-sanksi ini bisa sampai pidana. Nanti kita akan lihat kondisi," ujarnya.
Sebelumnya, Idris memberlakukan ketentuan sanksi progresif bagi pelanggaran protokol kesehatan dalam masa "adaptasi kebiasaan baru" di tengah pandemi Covid-19.
Ketentuan itu termaktub dalam Peraturan Wali Kota Depok Nomor 60 Tahun 2020 yang diteken Idris pada 4 September 2020.
Salah satu pelanggaran yang bakal dikenakan sanksi progresif adalah tak memakai masker dengan benar di luar rumah/saat berinteraksi dengan orang lain/berkendara, sebagaimana termuat dalam Pasal 5 peraturan itu.
Baca juga: Wali Kota Depok dalam Pertimbangan Longgarkan Batas Jam Malam
Setiap pelanggar yang ditindak karena tak memakai masker akan didata oleh Satpol PP, mulai dari nama, alamat, dan data NIK "untuk dimasukkan ke basis data/sistem informasi".
1. Pelanggaran pertama diganjar kerja sosial membersihkan fasilitas umum selama 15 menit atau denda administratif maksimum Rp 50.000.
2. Pelanggaran kedua diganjar kerja sosial membersihkan fasilitas umum selama 30 menit atau denda administratif maksimum Rp 100.000.
3. Pelanggaran ketiga akan diganjar kerja sosial membersihkan fasilitas umum selama 45 menit atau denda administratif maksimum Rp 200.000.