JAKARTA, KOMPAS.com - Kebanyakan masyarakat Indonesia dianggap belum bergerak maju dalam memandang tersebarnya video-video porno, baik melibatkan sosok terkenal maupun tidak.
Dalam viralnya beberapa video syur yang melibatkan artis belakangan ini, misalnya, wacana yang berkembang justru cenderung menyalahkan si artis perempuan yang notabene merupakan korban atas tersebarnya konten semacam itu.
"Bahkan bukan hanya menempatkan perempuan sebagai objek seksual, tetapi betul-betul menjadikannya objek fantasi seksual," ucap Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020).
"Sebagian masyarakat yang berkomentar, tidak semuanya mengomentari terkait peristiwanya, tetapi justru menambahi bumbu-bumbunya," lanjutnya.
Baca juga: Polisi Periksa 8 Akun Medsos Diduga Penyebar Video Syur Mirip Gisel
Perempuan yang akrab disapa Yeni itu menegaskan beberapa kali soal beberapa dimensi yang ada dalam viralnya video porno.
Kebanyakan orang dianggap tak peduli, bahwa konten sejenis itu mungkin saja dibuat tanpa kesepakatan dua pihak; atau dibuat dengan kesepakatan tetapi sebatas untuk privasi masing-masing.
Berangkat dari sudut pandang ini, maka kejahatan yang sebetulnya bermula ketika terjadi penyebarluasan konten porno tanpa izin, sehingga orang yang wajahnya terekam dalam video semacam itu adalah korban.
Masalahnya, perspektif yang berkembang nyaris selalu menyalahkan korban atas terciptanya konten porno, alih-alih mengutuk penyebarluasannya.
Baca juga: Polisi Buka Kemungkinan Panggil Gisel Terkait Kasus Video Syur Mirip Dirinya
"Orang tidak mengomentari yang menyebarluaskan. Masyarakat kebanyakan yang mempercakapkan konten serupa Ini kebanyakan tidak mempedulikan produksi dan distribusi," jelas Yeni.
"Orang, mungkin sebagian besar, tidak punya daya kritis yang lebih jauh untuk menganalisis, ini sebetulnya peristiwa kejahatannya yang mana?" tambahnya.
"Masyarakat kita punya kecenderungan masih seperti itu, budaya menyalahkan korban, daripada betul-betul berempati dan menganalisis apa yang betul-betul terjadi dan mencari jalan keluar dari sana," pungkas Yeni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.