JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi membongkar sindikat pemalsu surat hasil swab test dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dan tes antigen untuk penumpang pesawat terbang.
Hasil tes swab negatif dan tes rapid antigen nonreaktif selama ini menjadi syarat orang bisa melakukan perjalanan dengan pesawat terbang.
Polisi menangkap tujuh orang yang bertransaksi surat hasil tes kesehatan palsu tersebut.
Mereka kini jadi tersangka.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, tujuh tersangka itu berperan sebagai pembuat, pemesan, dan orang yang merekomendasikan surat hasil swab dan tes antigen palsu itu.
Baca juga: Satgas Covid-19 Minta Warga Lapor Jika Temukan Pemalsuan Surat Hasil Tes PCR
"Tujuh tersangka yang kami amankan dengan peran masing-masing. Mereka melakukan upaya memalsukan data di PDF dikosongkan, nanti nama dimasukan siapa pemesannya dengan hasil negatif," kata Yusri, Senin (25/1/2020).
Kasus itu menjadi kasus pemalsuan surat hasil swab PCR dan antigen ketiga yang dibongkar aparat Polda Metro Jaya.
"Ini kali ketiga kami mengamankan. Bulan yang lalu kami berhasil mengamankan dua pelaku menawarkan melalui media sosial yang ada. Dua minggu lalu juga Polres Bandara Soekarno-Hatta," ucap Yusri.
Polisi menyebutkan, tersangka RSH dan RHM yang merupakan pemalsu surat PCR itu menjalani aksinya sejak November 2020.
"Ini sudah sejak November 2020 sudah bermain. Namun, ini masih kami dalami lagi," ujar Yusri.
Selama sekitar tiga bulan itu, kedua tersangka mengaku sudah menjual sedikitnya 11 surat keterangan palsu kepada para pemesan.
"Pengakuannya sudah 11 kali (menjual surat), tapi kami masih mendalami terus," ucapnya.
Yusri mengatakan, para tersangka mematok harga Rp 75.000 hingga Rp 900.000. Tarif itu disesuaikan dengan jenis surat yang dikeluarkan.
"Kalau antibodi atau antigen ini Rp 75.000 sampai PCR itu Rp 900.000 dikenakan biayanya, tanpa melakukan uji tes, cukup identitas saja," kata Yusri.
Selama mencari pemesan, para tersangka memasarkan dengan memanfaatkan media sosial Bahkan, tersangka juga sempat melakukan penawaran secara door to door.
"Modus operandi menawarkan melalui media sosial, Facebook. Bahkan juga ada yang door to door," kata Yusri.