Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Wuhan Lockdown Pas 50 Kasus, Indonesia Ratusan Ribu Baru Mau Lockdown

Kompas.com - 03/02/2021, 20:19 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menilai pemerintah sudah bagus bisa menyadari pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak efektif menekan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Bagus kalau memang sudah menyadari kalau ini (PPKM) tidak efektif, karena memang sudah dari awal saya sampaikan tidak akan efektif," kata Dicky saat dihubungi melalui telepon, Rabu (3/2/2021).

Dicky menjelaskan, PPKM bisa berjalan efektif apabila kasus Covid-19 masih di angka belasan kasus saja. Tidak seperti saat ini dengan penambahan kasus hingga belasan ribu tiap hari.

"Karena apa, sudah besar masalahnya. PPKM cocoknya untuk masalah di mana kasus pandemi masih belasan," ujar Dicky.

Baca juga: Lockdown Akhir Pekan di Jakarta, Mungkinkah Dilakukan?

Sudah semestinya, lanjut Dicky, Indonesia lebih memikirkan langkah yang lebih serius seperti lockdown atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat secara serentak.

PSBB, kata Dicky, tidak boleh dilakukan hanya di satu daerah tertentu saja. Tetapi semua daerah yang memiliki mobilitas tinggi harus ikut dalam aturan PSBB.

Meskipun, kata Dicky, Indonesia termasuk terlambat dalam penerapan PSBB total karena kasus Covid-19 yang begitu tinggi dalam kurun waktu beberapa minggu belakangan.

"Wuhan itu lockkdown ketika 50 kasusnya, jangan dikira sudah (jumlah kasus) saratus ribuan baru kita lockdown," kata Dicky.

Baca juga: Lockdown di Akhir Pekan Dinilai Tak Berpengaruh Banyak Tekan Covid-19

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui penerapan PPKM untuk menekan laju Covid-19 tidak efektif.

"Yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya sehingga di beberapa provinsi Covid-nya tetap naik," ucap Jokowi, Minggu (31/1/2021).

Dia menilai impelemntasi PPKM yang semestinya membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat, justru tak mampu menjalani kedua pembatasan tersebut.

Jokowi kemudian meminta agar implementasi PPKM selanjutnya diperkuat dan para menteri dan kepala lembagai harus benar-benar mengetahui kondisi lapangan.

"Tapi saya lihat diimplementasinya kita tidak tegas dan tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi ini. Sehingga saya minta betul-betul turun di lapangan. Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa sih namanya 3M itu," kata Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com