JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyampaikan bahwa kondisi intensitas curah hujan pada Sabtu (20/2/2021) lebih rendah jika dibandingkan dengan hujan yang turun pada 1 Januari 2020 silam.
"Banyak yang tanya ke saya, dibandingkan 1 Januari 2020 bagaimana? Kondisi intensitas curah hujan hari ini lebih rendah dibanding 1 Januari 2020," kata Guswanto dalam konferensi pers Sabtu.
"Tanggal 18 sempat banjir, tanggal 19 menurun lagi (curah hujan), tanggal 20 naik lagi, tapi ini intensitas lebih rendah dibandingkan 1 Januari 2020," tuturnya.
Baca juga: BMKG: Waspadai Hujan Lebat pada 23 dan 24 Februari di Jabodetabek
Adapun, hujan lebat mengguyur Jakarta sejak Kamis (18/2/2021).
"Dua hari terakhir, yaitu tanggal 18-19 Februari 2021, wilayah Jabodetabek diguyur hujan secara merata dengan intensitas lebat hingga sangat lebat," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Sabtu.
"Lebat itu lebih dari 50 mm (per hari), sangat lebat 100-150 mm (per hari). Dan kondisi curah hujannya ekstrem. Jadi plus kondisi ekstrem yaitu curah hujan mencapai lebih dari 150 mm semuanya dalam waktu 24 jam," tuturnya.
Dwikorita memaparkan bahwa peningkatan intensitas hujan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal.
"Pertama, pada tanggal 18 hingga 19 Februari termonitor adanya aktivitas seruakan udara yang cukup signifikan," ucap Dwikorita.
Seruakan udara yang signifikan ini mengakibatkan peningkatan pembentukkan awan hujan di wilayah Indonesia bagan barat.
Baca juga: Curah Hujan Ekstrem Landa Jabodetabek Sejak Kamis, Ini Penjelasan BMKG
Faktor kedua adalah adanya aktivitas gangguan atmosfer di zona ekuator yang sering disebut sebagai aktivitas Equatorial Rossby. Gangguan ini mengakibatkan terjadinya perlambatan dan pertemuan angin.
"Ada perlambatan dan pertemuan angin dari arah Utara ini kebetulan terjadinya tepat melewati Jabodetabek," ucap Dwikorita.
"Di situlah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan hujan yang akhirnya terkondensasi, lalu turun sebagai hujan dengan intensitas tinggi," kata dia.
Faktor ketiga, adalah adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian Barat. Hal ini mengakibatkan peningkatan potensi pembentukan awan-awan hujan di Jabodetabek.
"Jadi tingkat labilitas dan kebasahan udara yang berpengaruh dalam peningkatan curah hujan," kata Dwikorita.
Faktor terakhir adalah terpantaunya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar pulau Jawa.